Rabu, 09 September 2015

PERIODESASI KODIFIKASI HADIS



BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Pada masa Nabi Muhammad SAW masih hidup persoalan-persoalan yang terjadi dapat teratasi karena jika ada persoalan yang pemecahannya dirasa sulit maka semua persoalan itu dikembalikan pada Alqur’an kalupun didalam Alqur’an penjelasan yang diberikan masih bersifat umum maka Nabi SAW  berkenan memberi penjelasan-penjelasan secara rinci atau pun sahabat mengidentifikasi sikap dan perbuatan Nabi terhadap persoalan tersebut.Oleh karena itu penulisan Hadits pada masa itu dilarang oleh Nabi namun larangan ini bersifat umum akan tetapi Nabi masih memberikan toleransi bagi orang-orang yang menulis Hadits asalkan mampu untuk memelihara tercampurnya penulisan Hadits dengan Alqur’an.
Pada masa Khulafaur rasyidin,pembukuan hadits belum dilakukan karena para kholifah masih memfokuskan pembukuan Alqur’an.Namun pada masa kholifah Ali bin Abi Thalib terjadi perselisihan dengan Mu’awiyah yang menyebabkan terpecahnya umat islam menjadi tiga golongan besar(firqah).Firqah-firqah ini yang kemudian mendapatkan legitimasi pendiriannya dengan mencari dasar hukum dari hadits akan tetapi sebagian dari mereka ada yang menggunakan cara yang tidak tepat yaitu dengan memalsukan hadits-hadits Nabi.
Untuk menjaga keutuhan dan keaslian Hadits Nabi maka kholifah Umar bin Abdul Aziz memprakarsai pentadwidan Hadits,dengan alasan beliau khawatir kalu hadits tidak dibukukan maka Hadits dapat meng hilang dengan begitu saja padahal Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Alqur’an   

B. Rumusan Masalah
1.     Apa pengerian kodifikasi Hadits?
 2.    Bagaimana pekembangan Hadits pada abad V H sampai dengan sekarang ?


















BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Kodifikasi Hadis
      Secara bahasa tadwin diartikan sebagai kumpulan shahifah(mujtama’ al-shuhuf),sedangkan arti tadwin secara umum adalah mengumpulkan al-jam’u).Al-zahrani merumuskan pengertian tadwin yang artinya adalah sebagai berikut:
“Mengikat yang berserak-serakan kemudian mengumpulkannnya menjadi satu dewan atau kitab yang terdiri dari lembaran-lembaran.”[1][1]
Sedangkan yang dimaksud pentadwidan hadits pada zaman ini adalah pembukuan(kodifikasi)secara resmi yang berdasarkan perintah dari seorang kepala negara dengan melibatkan orang-orang yang ahli di bidangnya.[2][2]Bukan untuk memenuhi kepentingan pribadi atau secara personal.
B. Perkembangan Hadits pada Abad V H sampai dengan sekarang
            Abad ke-5 Hijriyah, para ulama ahli Hadis sudah ke dalam satu kitab Hadis dan juga melakukan pensyarahan (menguraikan Pemrakarsa pengkondifikasian hadis secara resmi dari pemerintah). Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab hadits seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab hadits abad ke-4 Hijriyah.
Kegiatan periwayatan Hadits pada periode ini banyak dilakukan dengan cara ijazah (Lisensi / sertifikat dari guru untuk murid untuk mendapat izin meriwayatkan hadits) dan muktabah (pemberian catatan hadits dari gurunya),
Secara umum para Ulama merujuk kepada karya yang telah ada seperti :
• Kitab Jami’ kutub as – sittah yaitu kitab hadits yang mengumpulkan hadits-hadits Nabi SAW yang telah tertuang dalam gabungan beberapa kitab hadits seperti Shahîh al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan at-Turmudzi, Sunan Abi Dawud, Sunan-Nasa’i, dsb.
• Kitab Istikhraj, yaitu kumpulan kitab hadits dari shahih Bukhory Muslim, contoh : Mustakhraj shahih bukhari oleh Jurjani, dan Mustakhraj Sahih Muslim oleh Abu Awanah
• Kitab Athraf, yaitu kitab yang hanya menyebut sebagian hadits kemudian mengumpulkan seluruh sanadnya, baik sanad kitab maupun sanad dari beberapa kitab.
• Kitab-kitab Zawaid, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang tidak terdapat dalam kitab-kitab yang sebelumnya kedalam sebuah kitab yang tertentu.
• Kitab Istidrak, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang memiliki syarat-syarat Bukhary dan Muslim atau syarat salah seorangnya yang kebetulan tidak diriwayatkan atau di sahihkan oleh keduanya.Contoh : Al-Mustadrak ‘ala-Shahihaini oleh Imam Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Hakim an-Naisaburi ( 321 – 405 H ).[3][22]
            Pada periode ini dimulai bersamaan dengan jatuhnya Dinasti Abbasiyah ke kuasaan kerajaan Tartar pada tahun 656H,dan diambil alihnya Daulah Ayyubiyah di Mesir oleh Dinasti Mamalik,tepatnya pada akhir abad ke-VII sampai abad modern.[4][23]
            Gerakan pelembagaan Hadits di Mesir pada awal abad ke-VII H adalah masih berada pada kendali ulama-ulama besar di masanya.Bahkan para Sultan dari Daulah Mamalik yang berkuasa di Mesir memberiakan andil yang besar terutama pada ulam Hadits.Diantara tokoh yang ulama yang hidup pada masa itu adalh Al-Haytami Ali bin Abu Bakar bin Sulaiman,keaktifannya dalam masa itu,dengan disusunnya kitab seperti:Ghayah al-maqashid fi zawa’id Ahmad,Al-Bahr al-zakhkhar fi zawa’id al Bazzar.[5][24]
            Pada masa yang sama muncullah ulama-ulama Hadits yang baru,diantaranya:
1)      Al-Iraqi Abu Al-Fadil Zaynuddin bin Husayn, menghasilkan karya yang populer hingga sekarang adalah Taqrib Al-Asanid wa Tartib Al-Masaniddan Al-Taqyid wa Al-Idah yaitu kitab teoritik tentang kajian pokok-pokok otentisitas dan klasifikasi sunnah`
2)      Ibn Hajar Al-Asqalani,telah menyelesaikan beberapa karya seperti kitab Sharhatas hadits-hadits yang tersusun dalam kitab Shahih Bukhori dengan judul Fath Al-Bari.[6][25]
Selanjutnya pada masa sesudah mereka lahirlah salah seorang ulama yang profesi dan popularitasnya sama dengan mereka, yaitu:
1)      Al-Suyuti Jalaluddin Abdul Rahman bin Kalaluddin,telah menghasilkan kitab yang disusun hamper semua hadits Nabi SAW kedalam satu karya besar dengan judul Al-Jami’ Al-Saghir yang memuat 10.010 hadits.
2)      Yusuf Al-Nabhani menyususun kembali dengan model al-Suyuti  dengan disisipkan beberapa penambahan, dengan judul Al-Fath Al-Kabir fi Dammaz Ziyadah ila Al-Jami’Al-Shaghir.[7][26]
Pada awal abad kesepuluh hijriyah yaitu jatuhnya Daulah Mamalik,mempunyai dampak yang sangat besar terhadap aktivitas para ulama .Dan tidak menyembunyikan bahwa Sultan yang berkuasa pada masa itu turut terlibat dalam kitab-kitab periwayatan hadits karya ulama sebelumnya,meski hanya melalui pendanaan lembaga-lembaga pendidikan. Sehingga sisa yang masih dapat didapatkan dari lembaga-lembaga itu hanya pengajaran hadits Nabi semata dengan kata lain bahwa pengembangan pada bidang fiqih atau shari’ah di lembaga-lembaga pendidikan tersebut banyak di orientasikan pada pengembangan penataan ijtihad.[8][27]
Kemandegan di Mesir tidak mempengaruhi gerakan yang berada di kawasan dunia islam lain ,seperti kawasan Maghribi,India,bahkan di Timir Tengah sendiri,bahkan di India memperlihatkan situasi yang berbeda, setelah jatuhnya Daulah Mamalik,para ulama dan sarjana Indo-Pakistan mulai mengembangkan aktivitas kajian ilmu hadits.Diantara tokoh-tokohnya adalah sebagai berikut:
1)      Ali bin Hasamuddin,yang dikenal sebagai Al-Muttaqi Al-Hindi,penulis kitab Kanzul Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al
2)      Syah Waliullah al-Dahlawi,seorang ulama dan cendikiawan yang mempunyai karya hamper sama dengan Imam Syafi’i yaitu kitab Hujjatullah al-Balighah
3)      Zakaria Muhammad  al-Kandahlawi,pensharah kitab al-Muawatta’ karya Imam Malik dan judul karya yang dihasilakan adalh Awjaz Al-Masalik ila Sharhal-Muwatta’.[9][28]
Gerakan yang sama juga dilakukan di wilayah Asia Tenggara seperti di Malaysia,Thailand dan Indonesia sendiri.Diantara ulam dan cendikiawan dari kawasan ini antara lain:Khurseed Ahmad,al-Fatani,T.M.Hasbi Ash-Shiddiqie dan masih banyak lagi. [10][29]
      Tokoh-tokoh hadits yang terkenal pada masa ini adalah:(1)Adz-Dzahaby,(2)Ibn Sayyidianas,(3)Muglatai,(4)Al-Ahqalani,(5)Ad-Dimyati,(6)As-Suyuti,(7)Ibn Katsir,(8) Abu Zurah,(9)Ibn Rajab,(10)Az-Zarkasy.[11][30]
Usaha ulama ahli Hadith pada abad V dan seterusnya adalah ditujukan untuk mengklasifikasikan Hadith dengan menghimpun Hadith-Hadith yang sejenis kandungannya atau sejenis sifat-sifat isinya dalam kitab Hadith. Di samping itu mereka pada men-syarahkan (menguraikan dengan luas), dan meng-ikhtishar (meringkaskan) kitab-kitab Hadith yang telah disusun oleh ulama yang mendahuluainya. Oleh karena itu, lahirnya kitab-kitab Hadith hukum; seperti :
1.Sunan al-Kubra, karya Abu Bakar Ahmad bin Husain Ali al-Baihaqy (384-458 H).
2.Muntaqa al-Akhbar, karya Majduddin al-Harrany (w 652 H).
3.Nailu al-Autar, sebagai syarah dari kitab Muntaqa al-Akhbar, karya Muhammad bin Ali al-Syaukany (1172-1250 H).
Kitab-kitab Hadith Targhib wa al-Tarhib, seperti:
  1. Targhib wa al-Tarhib, karya Imam Zakiyu al-Din Abdu al-Adzim al-Mundziri (w 656 H).
  2. Dalilu al-Falihin, karya Muhammad Ibn ‘Allan Al-Siddiqy (w 1057 H), sebegai Syarah kitab Riyadu al-Shalihin, karya Imam Muhyid al-Din Abi Zakariya al-Nawawi.
Selanjutnya bangkit ulama ahli Hadith yang berusaha menciptakan kamus Hadith untuk mencari pentakhrij suatu  Hadith atau untuk mengetahui dari kitab Hadith apa suatu Hadith itu didapatkan, seperti:
1.Al-Jami’ al-Shaghir fi AHadithi al-Basyiri al-Nadzir, Karya Imam Jalalu al-Din al-Suyuty (849-911 H).Kitab ini mengumpulkan haidth-Hadith yang terdapat pada Kutub al-Sittah dan lainnya, dan selesai ditulis tahun 907 H.
2.Dakhair al-Mawarith fi al-Dalalati ‘ala Mawadli’i al-AHadith, karya Al-Alamah al-Sayyid Abdu al-Ghani al-Maqdisy al-Nabulisy.di dalamnya terkumpul kitab Athraf 7 (Shahih Bukhary-Muslim, sunan empat dan Muwatta’ ).
3.Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadli al-Hadith al-Nabawy, karya Dr.A.J Winsinc dan Dr.J.F Mensing, selesai tahun 1936 M.
4.Miftah kunuzi al-Sunnah, karya Dr.Winsinc, berisikan Hadith-Hadith yang terdapat 14 macam kitab Hadith, dicetak pertama tahun 1934 di mesir[11].
C.  Keadaan Hadits pada Pertengahan Abad ke-7 Hijriah sampai Sekarang (masa pensyarahan, pengumpulan, pentakhrijan dan pembahasan) 

Masa ini disebut, Ashr al-Syarh wa al-Jam’i wa al-Takhriji wa al-Bahts (masa pensyarahan, pengumpulan, pentakhrijan dan pembahasan).  
Pada periode ini, umumnya para ulama hadits mempelajari kitab-kitab hadits yang ada dan selanjutnya mengembangkannya atau meringkasnya sehingga menghasilkan jenis karya sebagai berikut:
1.      Kitab Syarah, yaitu jenis kitab yang memuat uraian dan penjelasan kandungan hadits  dari kitab tertentu dan hubungannya dengan dalil-dalil lain yang berseumber dari al-Quran atau kaidah-kaidah syara’ lainnya. Contohnya: Fath al-bari oleh Ibn Hajar al-Asqalani yang mensyarahkan kitab Shahih AL-Bukhari, Al-Minhaj oleh Al-Nawawi yang mensyarahkan kitab Shahih Muslim dan Aun al-Ma’bud oleh Syams al-Haq al-Azhim al-Abadi, mensyarahkan kitab Sunan Abu Dawud.
2.      Kitab Mukhtashar yaitu kitab yang berisi ringkasan suatu kitab hadits, seperti Mukhtashar Shahih Muslim, oleh M. Fuad Abd al-Baqi.
3.      Kitab Zawa’id yaitu kitab yang menghimpun hadits-hadits dari kitab-kitab tertentu yang tidak dimuat oleh kitab tertentu lainnya. Seperti kitab Zawa’id al-Sunan al-Kubra, oleh Al-Bushiri.
4.      Kitab penunjuk (kode indeks) hadits, seperti kitab Miftah Kunuz al-Sunnah oleh A.j. Wensinck yang diterjemahkan ke dalam bahasa arab oleh M. Fuad Abd al-Baqi.
5.      Kitab Takhrij yaitu kitab yang menjelaskan tempat-tempat pengambilan hadits-hadits yang dimuat dlam kitab tertentu dan menjelaskan kualitasnya. Seperti kitab Takhrij Ahadits al-Ihya’ oleh Al-Iraqi.
6.      Kitab jami yaitu kitab yang menghimpun hadits-hadits dari berbagai kitab hadits  tertentu. Seperti kitab Al-Lu’lu’ wa al-Marjan oleh M. Fuad al-Baqi, kitab ini menghimpun hadits-hadits Bukhari dan Muslim.
7.      Kitab yang membahas masalah tertentu, seperti masalah hukum dalam kitab Bulugh al-Maram min Adillah al-Ahkam oleh Ibn Hajar al-Asqalani[12][31].


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah di jelaskan pada bab sebelumnya maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1)      Pengertian dari pentadwidan hadits adalah pembukuan(kodifikasi)secara resmi yang berdasarkan perintah dari serang kepala negara dengan melibatkan orang-orang yang ahli di bidangnya dengan tujuan hadits tidak hilang atau lenyap dari peradaban manusia karena merupakn sumber hukum umat islam.
2)      Perkembangan hadits pada abad kedua hijriah pembukuan hadis belum dilakukan secara khusus oleh para khulafaur rasyidin karena kehati-hatian para kholifah dalam menjaga keaslian hadits Nabi SAW.Akan tetapi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz penyusunan kitab hadits sudah mulai dilakukan,sehingga pada masa kholifah Al-Mansur penyusunan kitab hadits telah dikukan oleh Imam Malik yaitu Al-Muwaththa’
3)      Perkembangan hadits pada abad ketiga hijriah sudah mulai mendapat perhatian dari para ulama namun terdapat pertentangan antara para mutakallimin dan para muhaditsin
4)      Perkembangan hadis pada abad keempat hijriah, sudah sangat baik sehingga aktivitas yang dilakukan pada abad ini adalah pengkajian ilmu-ilmu hadis yaitu mempelajari.menghafal,memeriksa dan menyelidiki sanad-sanadnya dengan tujuan untuk menjaga keaslian matan dari hadits Nabi SAW. 
5)      Perkembangan hadits pada abad kelima hijriah sampai sekarang adalah dilakukannya kegiatan periwayatan hadits oleh para ahli hadits dengan cara ijazah dan muktabah,dan dengan jatuhnya Daulah Mamalik maka aktivitas para ulama mulai didominasi oleh penguasa pada saat itu,akan tetapi runtuhnya daulah tersebut tidak mempengaruhi wilayah  islam lainnya
B.   Saran
Dalam menyelesaikan makalah ini kami harapkan kritik dan saran dapat membantu makalah kami ini menjadi sempurna dan kami mengharapkan semoga dengan adanya makalah kami ini dapat menambah wawasan para pembaca terutama mengenai riwayat Kodifikasi Hadis abad ke V sampai sekarang, dan semoga makalah ini member dorongan para pembaca menyadari akan pentingnya mengetahui sejarah tentang pengkodifikasian hadis demi keberhasilan kita sebagai mahasiswa yang harus mengetahui sejarah yg lalu.














DAFTAR PUSTAKA

H. Abu Azam Al-Hadi, Studi Al-Hadith, Jember, Pena Salsabilah, 2008
Dr. H. Munzier Suparta M.A., Ilmu Hadis, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, I, 2010
Drs. H. Asy’ari, Ahm, Drs. H. Akhwan Mukarrom, Dip.I, dkk, Pengantar Studi Islam, Surabaya, IAIN SA Press, III, 2005
Drs.M.Agus Solahudin,M.Ag.,Agus Suyadi,Lc.M.Ag,Ulumul Hadis,Bandung,Pustaka Setia,I,2009
Abdat, Abdul Hakim bin Amir, Pengantar Ilmu Mushthalahul Hadits, (Jakarta: Darul Qolam,2006).
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2007).
Karim, Abdullah, Membahas Ilmu-ilmu hadis, (Banjarmasin: Comdes Kalimantan, 2005).
Khathib, Al-, Muhammad Ajaj, Ushul Al-Hadits, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007).
Ranuwijaya, Utang, Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996).
Saifuddin, Tadwin Hadis, (Banjarmasin: Antasari Press, 2008) 
Shalih, As-, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009).
Shiddieqy, M. Hasbi Ash, Sejarah Perkembangan Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988).
Suyadi, M. Agus Solahudin dan Agus, Ulumul Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2011).
Soetari, Endang, Ilmu Hadits, (Bandung: Amal Bakti Press, 1997).
Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010).
Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2001).
http://pagegue.blogspot.com/2012/04. diakses pada tanggal 3 November 2012.





[1][1]Dr.H.MunzierSuparta,M.A,IlmuHadits,(Jakarta:PT Raja GrafindoPersada)Cet.I,89
[2][2] ibid
[3][22] http://n47uw.blogspot.com/2010/03/makalah-ulumul-hadits-sejarah.html
[4][23] H.Abu Azam Al Hadi,Studi Al-Hadith,(Jember:Jember Pena Salsabila,2008),82
[5][24] Ibid,83
[6][25] Ibid,84
[7][26] Ibid,84-85
[8][27] Ibid,85-86
[9][28] Ibid,86-87
[10][29]Ibid,87
[11][30] Drs.M.AgusSolahudin,M.Ag,danAgus Suyadi,Lc.M.Ag.,UlumulHadits, (Bandung:CV PUSTAKA SETIA,2009),Cet.I,27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar