Rabu, 09 September 2015

KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ




BAB II
PEMBAHASAN

KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
                         
A.    Riwayat Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah nama yang disandangkan (julukan) terhadap beliau, sedangkan nama asli beliau adalah Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr bin Masud bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taimi Al-Quraishi. Berarti silsilah keturunanya dengan nabi Muhammad Saw bertemu pada Murrah bin ka’ab. Abu Bakar dilahirkan di lingkungan suku yang sangat berpengaruh pada tahun 573 M, dan suku yang juga banyak melahirkan tokoh-tokoh besar. Ayahnya bernama Utsman(Abu Kuhafah) bin Amir, sedangkan ibunya bernama Ummu Al-khair Salmah binti Sahr bin Ka’ab. Abu Bakar dilahirkan dua tahun setelah kelahiran nabi Muhammad Saw.
Abu Bakar adalah seorang pedagang yang selalu memelihara kehormatan dan harga dirinya. Ia termasuk hartawan, mempunyai pengaruh yang dangat besar dan ia juga memiliki akhlak yang mulia.
 Abu Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk islam ketika islam mulai didakwahkan. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa Muhammad Saw dikarenakan sejak kecil, Ia telah mengenal keagungan Muhammad. Setelah masuk islam, Ia tidak segan untuk menumpahkan segenap jiwa dan harta bendanya untuk islam.
Awal mula Abu Bakar masuk islam adalah ketika ia bertemu dengan Rasulullah Muhammad Saw Ia bertanya: “Hai Muhammad , apakah benar yang dituduhkan oleh kaum Quraisy  terhadapmu bahwa engkau meninggalkan tuhan-tuhan kita, merendahkan akal pikiran kita dan mengkufuri ajaran-ajaran nenek moyang kita?” Muhammad Saw menjawab: “ya, benar. Sesungguhnya Aku ini Rasul Allah (utusan Allah) dan nabi-Nya. Allah mengutus aku adalah untuk menyampaikan risalah-Nya dan mengajakmu kepada Allah yang benar. Demi Allah itu adalah haq. Aku (Muhammad) mengajakmu, hai Abu Bakar kepada Allah yang esa, tunggal, tiada sekutu bagi-Nya. Janganlah kamu menyembah selain Allah, patuh dan taat kepada-Nya. Kemudian Rasulullah Muhammad Saw membaca beberapa ayat Al-Quran dengan serta merta Abu Bakar masuk islam. Ia mengkufuri patung dan berhala , dan ia menjadi mukmin yang benar dan tangguh. Melihat keislamanya itu Rasulullah sangat gembira, tidak ada seorang pun yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan beliau.
Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Saad bin Waqas , mengajak mereka untuk masuk islam. Lalu mereka pun masuk islam. Hari berikutnya Abu Bakar menemui Utsman bin Mazhum, Abu Ubaidah bin Jarrah, Abdurrahman bin Auf, Abu Salamah bin Abdul saad, dan Arqam bin Abil Arqam, juga mengajak mereka untuk masuk islam, dan mereka semua juga masuk islam.
Sedangkan istrinya Qutaylah binti Abd-al-Uzza tidak menerima islam sebagai agama sehingga Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain, Um Ruman menjadi muslimah. Juga anak-anaknya kecuali Abd Rahman ibn Abi Bakar sehingga Ia dan Abd Rahman berpisah. Masuknya Abu Bakar berpengaruh besar dalam islam.
Pengorbanan Abu Bakar terhadap islam tidak dapat diragukan. Ia juga pernah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya untuk mengimani shalat ketika nabi sakit. Nabi Muhammad pun meninggal dunia setelah peristiwa tersebut. Tercatat dalam sejarah, dia pernah membela nabi tatkala nabi disakiti oleh suku Quraish, menemani Rasulullah hijrah, membantu kaum yang lemah dan memerdekakanya, seperti yang dilakukannya terhadap Bilal, setia dalam peperangan dan lain-lain.[1]
Abdullah kemudian digelari Abu Bakar Asy Siddiq yang artinya Abu(bapak) dan Bakar(pagi), gelar Ash-Shiddiq diberikan kepada beliau karena beliau selalu jujur dan berpendirian teguh dan senantiasa membenarkan segala tindakan Rasulullah, terutama dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Ketika peristiwa hijrah saat nabi Muhammad Saw pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya yang orang yang menemani nabi. Abu Bakar juga terikat dengan nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya , Aisyah menikah dengan nabi Muhammad Saw beberapa saat setelah hijrah.
Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk islam pada masa awal, Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Meskipun Abu Bakar mempunyai kedudukan yang terhormat dan mulia dalam lingkungan kaumnya, tetapi ia juga mendapat gangguan , perlakuan yang tidak senonoh dari kaum Quraisy, akibat keimanannya terhadap ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad (akibat masuk islam).
                                                                                                                           
B.     Abu Bakar Menjadi Khalifah
Rasulullah sebagai utusan Allah mengemban dua jabatan, yakni sebagai Rasulullah dan sebagai kepala negara. Jabatan beliau yang pertama selesai bersamaan dengan wafatnya. Namun jabatan kedua perlu ada penggantinya, belum lagi Rasulullah dikebumikan  disebuah tempat yang bernama “saqifah bani sa’idah” telah terjadi perselisihan pendapat antara golongan Anshor dan golongan Muhajirin  tentang pengganti rasul dalam pemerintahan. Ketika Rasulullah wafat, beliau tidak berpesan mengenai siapa yang jadi penggantinya kelak, pada saat nabi belum dimakamkan diantara umat islam ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti Rasulullah. Itulah perselisihan pertama yang terjadi pasca wafatnya Rasulullah. Perselisihan tersebut berlanjut ke saqifah (suatu tempat di Madinah yang biasa digunakan oleh kaum Anshor untuk membahas suatu masalah.
Aturan-aturan yang jelas tentang pengganti Rasulullah tidak ditemukan, yang ada hanyalah sebuah mandat yang diterima Abu Bakar menjelang wafat Rasulullah untuk menjadi imam.  Sesuatu yang masih merupakan tanda tanya terhadap mandat tersebut. Adakah suatu pertanda Rasulullah menunjuk Abu Bakar atau tidak. Berita perdebatan dua golongan ini kemudian terdengar oleh sahabat-sahabat terkemuka seperti Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan dan Ali.
Mendengar berita ini , sahabat Abu Bakar dan Umar ibn Khattab sangat terkejut, kemudian keduanya cepat-cepat mendatangi dimana  kedua golongan tersebut sedang berdebat, untuk itu mereka mendatangi saqifah bani sa’idah . Dalam pertemuan, golongan Khazraj telah sepakat  mencalonkan Salad bin Ubaidah, sebagai pengganti Rasulullah. Akan tetapi, suku Aus belum menjawab atas pandangan tersebut. Ketika perdebatan diantara mereka , Abu Bakar berpidato dihadapan mereka dengan mengemukakan kelebihan-kelebihan Anshor dan golongan Muhajirin , Abu Bakar mengusulkan agar hadirin memilih salah satu dari sahabat yaitu Umar ibn Khattab dan Abu Ubaidah, namun keduanya menolak , dan keduanya berkata “Demi Allah kami tidak akan menerima pekerjaan besar ini selama engkau masih ada, hai Abu Bakar! Engkaulah orang muhajirin yang paling mulia , engkaulah satu-satunya orang yang menyertai Rasulullah di Gua ketika dikejar-kejar oleh orang-orang Quraisy engkaulah satu-satunya orang yang pernah ditunjuk oleh Rasulullah untuk menjadi imam shalat waktu Rasulullah sakit. Untuk itu tengadahkanlah tanganmu wahai Abu Bakar, kami hendak membaiatmu.”
Pada awalnya Abu Bakar sendiri merasa keberatan, kemudian Umar ibn Khattab memegang tangan Abu Bakar sebagai tanda pembaiatan dan diikuti oleh sahabat Abu saqifah bani sa’idah itu baik kaum Muhajirin maupun Anshor.  Kemudian Abu Bakar berpidato “wahai manusia! Saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu padahal Aku bukanlah orang terbaik diantara kamu , maka jikalau Aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah Aku, tetapi jika Aku berbuat salah maka luruskanlah! Orang yang kamu pandang kuat  saya pandang lemah, sehingga aku dapat mengambil hak darinya , sedang orang yang kau pandang lemah aku pandang kuat, sehingga aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Hendaklah  kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya , tetapi bilamana aku tidak  mentaati Allah dan Rasul-Nya , kamu tidak perlu mentaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kalian”. Pidato yang diucapkan setelah pengangkatannya menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai islam dab strategi menilai keberhasilan tertinggi bagi umat sepeninggal nabi.
Dari paparan di atas, terlihat jelas bahwa Abu Bakar dipilih secara aklimasi, walaupun tokoh-tokoh lain tidak ikut membai’atnya, misalnya Ali bin Abi Thalib, Abbas, Thalha, dan Zubair yang menolak dengan hormat. Pembahasan-pembahasan tentang khallifah ini akhirnya menimbulkan berbagai aliran pemikiran islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar serta pembai’atannya, resmilah berdiri ke khilafahan pertama di dunia islam.

C.     Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar ketika ia di angkat menjadi khalifah seperti yang di atas. Secara lengkap isi pidatonya sebagai berikut: “ Wahai manusia! saya telah diangkat untuk mengedalikan urusanmu padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kamu, maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka luruskanlah! Orang yang kamu pandang kuat saya pandang lemah , sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedang orang yang kau pandang lemah aku pandang kuat , sehingga aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku Taat kepada Allah da RasulNya, tetapi bilamana aku tidak mentaati Allah dan rasulNya, kamu tidak perlu mentaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kalian”.
Ucapan yang pertama sekali yang di ucapkan oleh Abu Bakar ketika bai’at, ini menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan. Di dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat , tuntutan ketaatan rakyat , mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat berjihad, serta shalat sebagai intisari takwa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pemerintahan Abu Bakar melanjutkan kepemimpinan sebelumnya, baik kebijaksanaan dalam kenegaraan maupun pengurusan terhadap agama. Di antara kebijaksanaanya adalah sebagai berikut:
·         Kebijaksanaan Pengurusan Terhadap Agama
1.      Memerangi nabi-nabi palsu, kaum murtad, dan kaum munafik
a.       Gerakan nabi palsu
Sukses besar misi perjuangan nabi Muhammad menimbulkan kecemburuan segolongan masyarakat. Tidak lama setelah nabi Muhammad wafat muncullah beberapa orang yang mengaku sebagai nabi. Mereka mengepalai gerakan kelompok pembangkang.
      Aswad al-Ansi merupakan orang yang pertama kali mengaku sebagai nabi. Ia adalah pemimpin suku Ansi di Yaman. Ia berhasil merekrut sejumlah pasukan dan bersekutu dengan daerah-daerah sekitar Yaman untuk melancarkan pemberontakan terhadap pemerintahan islam.
      Musaylamh, seorang yang berasal dari suku Bani Hanifah di pusat Jazirah Arab, mengaku sebagai nabi dan mengadakan gerakan penghasutan di Yamamah. Sebelumnya, ia datang ke Madinah beserta sejumlah utusan sebagai orang beriman, dalam perjalanan pulang ia mengaku dirinya sebagai nabi. Masyarakat suku Hanifah sejak semula tidak merasa senang dengan hadirnya seorang nabi dari suku Quraisy, karena itu mereka mudah menerima seruan Musaylamah sebagai seorang nabi dari suku mereka sendiri.
      Tulayha adalah seorang yang mahir dalam peperangan dan terkenal sebagai orang kaya raya dari suku Bani As’ad, Arabia selatan. Ia melancarkan perlawanan secara terang-terangan terhadap pemerintahan islam seraya mengaku sebagai nabi setelah wafatnya nabi.
      Sajah, seorang wanita kristen, mengaku sebagai nabi. Ia berasal dari suku Yarbu’ di Asia tengah. Sekalipun ia mendapat dukungan dari mayoritas masyarakatnya, namun ia tidak memiliki keberanian melawan kekuasaan islam, karena itu ia membentuk kekuatan persekutuan dengan cara melangsungkan perkawinan dengan Musaylamah.
b.      Gerakan kaum murtad
Masa pemerintahan Abu Bakar yang pendek sebagian besar disibukkan dengan upaya memerangi gerakan kaum murtad dan munafik. Semenjak tersebar kabar wafat nabi, sekelompok orang di Madinah menyatakan kemurtadannya sambil melancarkan aksi pemberontakan. Gerakan ini dikenal sebagai gerakan riddah. Sementara nabi-nabi palsu menyerukan masyarakat dan pengikutnya agar masuk islam, maka sejumlah suku-suku lainnya menyatakan diri keluar dari islam dengan berbagai alasan dan latar belakang. Berikut ini adalah sebab-sebab dan latar belakang yang mendorong perlawanan mereka terhadap islam.
Kekuasaan Madinah yang semakin meluas menimbulkan kecemburuan sebagian masyarakat Makkah yang tidak menghendaki supremasi kota Madinah. Mereka tinggal diam semasa nabi masih hidup. Sepeninggal nabi mereka berusaha menandingi pengaruh Madinah. Watak bangsa Arab yang berhasil diredam oleh nabi mulai menampakkan corak aslinya, yakni fanatisme kedaerahan dan khususnya fanatisme kesukuan.
Pada umumnya, masyarakat kesukuan bangsa Arabia bersifat paternalis, yakni mengikuti dan tunduk kepada para pemimpinnya secara membabi buta. Jika seorang pemimpin masuk islam, rakyatnya mengikuti masuk islam pula, sekalipun mereka dalam hal-hal tertentu lebih bersifat demokratis. Dominasi sifat paternalis itulah yang menyebabkan mereka mudah menerima seruan kemurtadan dan sekelompok pemuka suku yang merasa dirugikan dan merasa khawatir dengan perkembangan islam.
Bahwa nabi telah membawa perubahan besar-besaran terhadap struktur soaial masyarakat Arabia., khususnya dalam bidang polititk dan keagamaan. Perubahan-perubahan yang dibawa islam ini dirasakan sangat merugikan dan mengurangi pengaruh kepemimpinan pemuka-pemuka Arabia.
Bahwa suku-suku Arabia pada dasarnya memeliuk islam dengan pertimbangan bahwa kekuatan nabi di Madinah dapat melindungi mereka dan dengan menaruh sejumlah harapan terhadap kekuatan islam di Madinah. Ketika mereka mengkhawatirkan bahwa harapan tersebut semata harapan kosong, maka muncullah inisiatif mereka melawan kekuatan islam.
Bahwasanya ketika nabi Muhammad meninggal, masyarakat Arabia belum lama memeluk agama islam sehingga mereka belum menghayati keindahan dan keagungan ajaran-ajaran islam. Dengan wafat nabi, keyakinan mereka pudar dan kembali kepada keyakinan kesukuan mereka semula.
c.       Gerakan kaum munafik
Abu Bakar memandang gerakan kaum munafik sebagai bahaya besar dan mengancam. Hampir diseluruh penjuru Arabia timbul gerakan ini. Tanpa rasa gentar dan keraguan sedikitpun Abu Bakar menyusun kekuatan untuk menumpas seluruh gerakan ini dengan semangat perjuangan menegakkan islam. Dalam waktu satu tahun Abu Bakar berhasil mengembalikan stabilitas pemerintahan islam.
Abu Bakar menyusun kekeuatan di Madinah dan membaginya membagi sebelas batalion untuk dikirim ke sebelas daerah rawan pemberontakan. Kepada masing-masing komandan batalion, Abu Bakar menyampaikan instruksi mengajak mereka yang terlibat dalam pemberontakan agar kembali kepada ajaran islam. Jika menolak ajakan tersebut, mereka boleh diperangi sampai habis. Sebagian mereka menerima ajakan tersebut dan kembali kepada ajaran islam tanpa peperangan, namun sebagian besar mereka bertahan dalam sikapnyamelawan islam, sehingga peperangan tidak dapat dihindarkan. Khalid ibn Walid merupakan komandan yang pertama kali diperintahkan untuk memerangi Tulaiha dalam peperangan Buzaka. Khalid berhasil mengalahkan pasukan Tulaiha. Setelah berhasil dikalahkan, suku-suku yang terlibat dalam gerakan pemberontakan akhirnya bersedia masuk islam, termasuk suku Bani As’ad.
Seorang nabi palsu, yakni sajah, berhasil menyusup ke Madinah beserta pasukannya untuk meluncurkan penyerbuan Madinah dan berhasil menggalang kekuatan persekutuan dengan sejumlah suku. Namun, Sajah hilang keberaniannya ketika mengetahui keberangkatan pasukan Khalid ke medan perang. Ia kemudian bergabung dengan pasukan Musaylamah. Persekutuan ini ternyata tidak membawa hasil, dan akhirnya Sajah kembali ke negeri asalnya, di lembah Mesopotamia.
Gerakan islam yang paling kuat adalah yang dipimpin oleh Musaylamah. Untuk menghadapinya Abu Bakar mengirimkan pasukan islam yang dipimpin Ikrimah dan Syurahbil. Pasukan ini tidak berhasil menggempur kekuatan Musaylamah, karena itu segera memerintahkan Khalid ibn Walid. Kedua pasukan bertempur dalam perang Yamamah, 633 M. Pasukan islam akhirnya dapat menggempur benteng pertahanan dan perlindungan musuh. Ribuan musuh beserta Musaylamah terbunuh di dalam benteng tersebut. Dengan kemenangan dalam peperangan Yamamah ini, berakhirlah misi pasukan islam memerangi gerakan anti islam.
2.      Pengumpulan Al-Quran
Selama peperangan riddah, banyak dari penghafal Al-Quran yang tewas. Karena orang-orang ini merupakan penghafal bagian-bagian Al-Quran, Umar cemas jika bertambah lagi angka kematian, yang berarti beberapa bagian lagi dari Al-Quran akan musnah. Karena itu menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu “kumpulan” Al-Quran kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid ibn Tsabit karena beliau paling bagus hafalannya. Zaid sangat berhati-hati dalam menghimpun ayat-ayat Al-Quran, sekalipun dia sendiri hafal seluruh Al-Quran. Zaid tidak mau menerima tulisan ayat-ayat Al-Quran, kecuali kalau disaksikan dengan dua orang saksi yang adil bahwa ayat itu benar-benar ditulis di hadapan nabi atas perintahnya atau petunjuknya.
Tugas menghimpun ayat-ayat Al-Quran itu dapat dilaksanakan oleh Zaid dalam waktu kurang lebih satu tahun yakni di antara sesudah terjadinya perang Yamamah dan sebelum wafat Abu Bakar. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pengupulan Al-Quran ini termasuk salah satu jasa besar dari Abu Bakar.
3.      Ilmu Pengetahuan
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan dan lain sebagainya. Menurut Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasul terdekat.
Lembaga pendidikan islam masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan dan lembaga pendidikan islam sebagai tempat shalat berjamaah, membaca Al-Quran dan lain sebagainya.
·         Kebijaksanaan Kenegaraan
1.      Bidang Eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinahmaupun daerah. Misalnya untuk pemerintahan pusat Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Zaid ibn Tsabit sebagai sekretari dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan serta Umar bin Khattab sebagai hakim agung . untuk daerah kekuasaan islam, dibentuklah provinsi-provinsi, dan untuk setiap provinsi ditunjuk seorang Amir, yang antara lain:
Itab bin Asid menjadi amir di kota Mekkah, amir yang diangkat pada masa nabi
Utsman bin Abi Al-Ash, amir untuk kota Thaif, diangkat pada masa nabi
Al-Muhajir bin Abi Umayyah, amir untuk San’a
Ziad bin Labid, amir untuk Hadramaut
Ya’la bin Umayyah. Amir untuk Khaulan
Abu Musa Al-Ansyari, amir untuk Zubaid dan Rima’
Muaz bin Jabal, amir untuk Al-Janad
Jarir bin Abdullah, amir untuk Najran
Abdullah bin Tsur, amir untuk Jarasy
Al-Ula bin Hadrami, amir untuk Bahrain, sedangkan untuk Irak dan Syam (Syria) dipercayakan kepada para pemimpin militer.
Para amir tersebut bertugas sebagai pemimpin agama, juga menetapkan hukum dan melaksanakan undang-undang. Artinya seorang amir di samping sebagai pemimpin agama juga sebagai hakim dan pelaksana tugas kepolisian. Namun demikian, setiap amir diberi hak untuk mengangkat pembantu-pembantunya, seperti katib, amil dan sebagainya.
2.      Pertahanan dan Keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ditunjuk adalah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
3.      Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khattab dan selama masa pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan masyarakat dikala itu dikenal alim.
4.      Sosial Ekonomi
Sebuah lembaga mirip Bait Al-Mal, di dalamnya dikelola harta benda yang didapat dari zakat, infak, sedekah, harta rampasan, dan lain-lain. Harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai negara dan untuk kesejahteraan ummat sesuai dengan aturan yang ada.

D.    Penyebaran dan Kekuasaan Islam pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Islam pada hakikatnya adalah agama dakwah, artinya agama yang harus dikembangkan dan didakwahkan. Terdapat dua pola pengembangan wilayah islam, yaitu dengan dakwah dan perang. Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan Jazirah Arab, Abu Bakar beralih pada permasalahan luar negeri. Pada masa itu, di luar kekuasaan islam terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat mengganggu keberadaan islam, baik secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah Persia dan Romawi. Rasulullah sendiri memerintahkan tentara islam untuk memerangi orang-orang Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka sangat membahayakan bagi islam. Mereka berusaha melenyapkan dan menghanbat perkembangan islam dengan cara membunuh sahabat nabi. Dengan demikian cikal bakal perang yang dilakukan oleh ummat islam setuju untuk berperang demi mempertahankan islam.[2]
Pada tahap pertama, Abu Bakar terlebih dahulu menaklukkan Persia. Pada bulan Muharram tahun 12 H (6333 M), ekspedisi ke luar Jazirah Arab dimulai. Musanna dan pasukannya dikirim ke Persia menghadapi perlawanan sengit dari tentara kerajaan Persia. Mengetahui hal itu, Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin Walid yang sedang berada di Yamamah untuk membawa pasukannya membantu Musanna. Gabungan kedua pasukan ini segera bergerak menuju wilayah Persia. Kota Ubullah yang terletak di pantai teluk Persia, segera diserbu. Pasukan Persia berhasil dikalahkan . perang ini dalam sejarah islam disebut dengan Mauqi’ah Zat as-Salasil artinya peristiwa untaian rantai.
Pada tahap kedua, Abu Bakar berupaya menaklukkan kerajaan Romawi dengan membentuk empat barisan pasukan. Masing-masing kelompok dipimpin seorang panglima dengan tugas menundukkan daerah yang telah ditentukan. Keempat kelompok tentara dan panglimanya itu adalah:
Abu Ubaidah bin Jarrah bertugas di daerah Homs, Suriah utara, dan Antiokia
Amru bin Ash mendapat perintah untuk menaklukkan wilayah palestina yang saat itu berada di bawah kekuasaaan Romawi timur.
Syurahbil bin Abu Sufyan  mendapat perintah untuk menaklukkan Damaskus dan Suriah selatan
Perjuangan tentara-tentara muslim tersebut untuk menaklukkan Romawi dan Persia baru tuntas pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab.

E.     Peradaban pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Bentuk peradaban yang paling besar dan luar biasa dan merupakan kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Quran. Umarlah yang mengusulkan pertama kalinya penghimpunan ini. Ide atau usulan Umar itu diterima oleh Abu Bakar setalah diadakan diskusi dan pertimbangan-pertimbangan yang saksama. Kemudian Abu Bakar Ash Shiddiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Quran dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hafalan kaum muslimin. Hal yang dilakukan sebagai usaha untuk menjaga kelestarian Al-Quran setelah syahidnya beberapa orang penghafal Al-Quran pada perang Yamamah.
Selain itu, peradaban islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu Bakar terbagi pada beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
1.      Dalam bidang penataan sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial masyarakat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat, infak, dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin, serta harta ghanimah yang dihasilkan dari rampasan perang dan jizyah dari warga negara non-muslim , sebagai sumber pendapatan negara ini dibagikan untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan Al-Quran.
2.      Praktik pemerintahan khalifah Abu Bakar yang terpenting adalah suksesei kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk Umar sebagai penggantinya. Ada beberapa faktor Abu Bakar menunjuk atau mencalonkan Umar menjadi khalifah. Faktor utama adalah kekhawatiran akan terulang kembali peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqilah Bani Saidah yang nyaris menyulut ummat islam ke jurang perpecahan , bila tidak menunjuk seorang untuk menggantikannya.

F.      Wasiat Abu Bakar Ash-Shiddiq
Setelah mengetahui kesepakatan semua orang atas penunjukan  Umar sebagai pengganti, Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan surat tersebut adapun surat tersebut berbunyi: “Bismillahirrahmanirrahim. Berikut ini adalah wasiat Abu Bakar, khalifah Rasulullah, pada akhir kehidupannya di dunia dan awal kehidupannya di akhirat, dimana orang kafir akan beriman dan orang fajir akan yakin. Sesungguhnya, Aku telah mengangkat Umar ibn Khattab untuk memimpin kalian. Jika dia bersabar dan berlaku adil. Itulah yang ku ketahui tentang dia dan pendapatku tentang dirinya. Ketika dia menyimpang dan berubah, aku tidak mengetahui hal yang ghaib. Kebaikanlah yang aku inginkan dari setiap apa yang diupayakan. Orang-orang yang zalim akan mengetahui apa nasib yang akan ditemuinya.”
Abu Bakar menstempelnya. Surat wasiat ini lalu dibawa keluar oleh Utsman untuk dibacakan kepada khalayak ramai. Mereka pun membai’at Umar ibn Khattab. Peristiwa ini berlangsung pada bulan Jumadil Akhir tahun ke-13 Hijriah.

G.    Wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq
Pada akhir minggu pertama Jumadil Akhir tahun 13 Hijriah Abu Bakar jatuh sakit. Pada musim dingin hari itu, Abu Bakar mandi, lalu ia terserang demem yang sangat berat. Ia pun sadar bahwa penyakitnya itu akan membawa maut. Ia ditawari untuk dipanggilkan dokter, tapi ia menjawab “Dia telah melihatku dan berkata, ‘Aku pembuat sekehendakku’.”
Dalam sakitnya ia berwasiat kepada Aisyah supaya dikafani dengan dua helai kain bersih yang biasa ia pakai bersembahyang. Ketika Aisyah menawarkan hendak mengkafaninya dengan kain biru, ia berkata “orang yang hidup lebih memerlukan yang baru dari pada yang sudah mati, kafan itu hanya buat cacung dan tanah”. Setelah 15 hari lamanya menderita penyakit , wafatlah Abu Bakar Ash-Shiddiq pada 21 bulan Jumadil Akhir tahun 13 Hijriah, bertepatan tanggal 22 Agustus tahun 364 M. Dikebumikan di kamar Aisyah di samping makam sahabatnya yang mulia Rasulullah Saw.
Abu Bakar wafat pada usia 63 tahun, ia menjabat kekhalifahan selama 2 tahun 3 bulan lebih 10 hari. Abu Bakar meninggalkan 5 orang anak, 3 laki-laki dan 2 perempuan, yaitu Abdullah, Abdurrahman, Muhammad, Aisyah (istri Rasulullah Saw) dan Asma (istri Zubair bin Awwam).[3]


[1]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia,2008. Hal.68
[2]Badri Yatin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1997. Hal.34
[3]Ust. Fairuz Masduqi, 10 Sahabat Yang Dijamin Masuk Syurga, Surabaya: Terbit Terang, 2001. Hal. 124

Tidak ada komentar:

Posting Komentar