BAB II
PEMBAHASAN
KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
A.
Riwayat Abu
Bakar Ash-Shiddiq
Abu
Bakar Ash-Shiddiq adalah nama yang disandangkan (julukan) terhadap beliau,
sedangkan nama asli beliau adalah Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr
bin Masud bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taimi
Al-Quraishi. Berarti silsilah keturunanya dengan nabi Muhammad Saw bertemu pada
Murrah bin ka’ab. Abu Bakar dilahirkan di lingkungan suku yang sangat
berpengaruh pada tahun 573 M, dan suku yang juga banyak melahirkan tokoh-tokoh
besar. Ayahnya bernama Utsman(Abu Kuhafah) bin Amir, sedangkan ibunya bernama
Ummu Al-khair Salmah binti Sahr bin Ka’ab. Abu Bakar dilahirkan dua tahun
setelah kelahiran nabi Muhammad Saw.
Abu
Bakar adalah seorang pedagang yang selalu memelihara kehormatan dan harga
dirinya. Ia termasuk hartawan, mempunyai pengaruh yang dangat besar dan ia juga
memiliki akhlak yang mulia.
Abu Bakar merupakan orang yang pertama kali
masuk islam ketika islam mulai didakwahkan. Baginya, tidaklah sulit untuk
mempercayai ajaran yang dibawa Muhammad Saw dikarenakan sejak kecil, Ia telah
mengenal keagungan Muhammad. Setelah masuk islam, Ia tidak segan untuk
menumpahkan segenap jiwa dan harta bendanya untuk islam.
Awal
mula Abu Bakar masuk islam adalah ketika ia bertemu dengan Rasulullah Muhammad
Saw Ia bertanya: “Hai Muhammad , apakah benar yang dituduhkan oleh kaum
Quraisy terhadapmu bahwa engkau meninggalkan
tuhan-tuhan kita, merendahkan akal pikiran kita dan mengkufuri ajaran-ajaran
nenek moyang kita?” Muhammad Saw menjawab: “ya, benar. Sesungguhnya Aku ini
Rasul Allah (utusan Allah) dan nabi-Nya. Allah mengutus aku adalah untuk
menyampaikan risalah-Nya dan mengajakmu kepada Allah yang benar. Demi Allah itu
adalah haq. Aku (Muhammad) mengajakmu, hai Abu Bakar kepada Allah yang esa,
tunggal, tiada sekutu bagi-Nya. Janganlah kamu menyembah selain Allah, patuh
dan taat kepada-Nya. Kemudian Rasulullah Muhammad Saw membaca beberapa ayat
Al-Quran dengan serta merta Abu Bakar masuk islam. Ia mengkufuri patung dan
berhala , dan ia menjadi mukmin yang benar dan tangguh. Melihat keislamanya itu
Rasulullah sangat gembira, tidak ada seorang pun yang ada di antara kedua
gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan beliau.
Kemudian
Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam,
dan Saad bin Waqas , mengajak mereka untuk masuk islam. Lalu mereka pun masuk
islam. Hari berikutnya Abu Bakar menemui Utsman bin Mazhum, Abu Ubaidah bin
Jarrah, Abdurrahman bin Auf, Abu Salamah bin Abdul saad, dan Arqam bin Abil
Arqam, juga mengajak mereka untuk masuk islam, dan mereka semua juga masuk
islam.
Sedangkan
istrinya Qutaylah binti Abd-al-Uzza tidak menerima islam sebagai agama sehingga
Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain, Um Ruman menjadi muslimah. Juga
anak-anaknya kecuali Abd Rahman ibn Abi Bakar sehingga Ia dan Abd Rahman
berpisah. Masuknya Abu Bakar berpengaruh besar dalam islam.
Pengorbanan
Abu Bakar terhadap islam tidak dapat diragukan. Ia juga pernah ditunjuk Rasul
sebagai penggantinya untuk mengimani shalat ketika nabi sakit. Nabi Muhammad
pun meninggal dunia setelah peristiwa tersebut. Tercatat dalam sejarah, dia
pernah membela nabi tatkala nabi disakiti oleh suku Quraish, menemani
Rasulullah hijrah, membantu kaum yang lemah dan memerdekakanya, seperti yang
dilakukannya terhadap Bilal, setia dalam peperangan dan lain-lain.[1]
Abdullah
kemudian digelari Abu Bakar Asy Siddiq yang artinya Abu(bapak) dan Bakar(pagi),
gelar Ash-Shiddiq diberikan kepada beliau karena beliau selalu jujur dan
berpendirian teguh dan senantiasa membenarkan segala tindakan Rasulullah,
terutama dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Ketika peristiwa hijrah saat nabi
Muhammad Saw pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya yang
orang yang menemani nabi. Abu Bakar juga terikat dengan nabi Muhammad secara
kekeluargaan. Anak perempuannya , Aisyah menikah dengan nabi Muhammad Saw
beberapa saat setelah hijrah.
Sebagaimana
yang juga dialami oleh para pemeluk islam pada masa awal, Ia juga mengalami
penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk
agama nenek moyang mereka. Meskipun Abu Bakar mempunyai kedudukan yang
terhormat dan mulia dalam lingkungan kaumnya, tetapi ia juga mendapat gangguan
, perlakuan yang tidak senonoh dari kaum Quraisy, akibat keimanannya terhadap
ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad (akibat masuk islam).
B.
Abu Bakar
Menjadi Khalifah
Rasulullah
sebagai utusan Allah mengemban dua jabatan, yakni sebagai Rasulullah dan
sebagai kepala negara. Jabatan beliau yang pertama selesai bersamaan dengan
wafatnya. Namun jabatan kedua perlu ada penggantinya, belum lagi Rasulullah
dikebumikan disebuah tempat yang bernama
“saqifah bani sa’idah” telah terjadi perselisihan pendapat antara golongan
Anshor dan golongan Muhajirin tentang pengganti
rasul dalam pemerintahan. Ketika Rasulullah wafat, beliau tidak berpesan
mengenai siapa yang jadi penggantinya kelak, pada saat nabi belum dimakamkan
diantara umat islam ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti
Rasulullah. Itulah perselisihan pertama yang terjadi pasca wafatnya Rasulullah.
Perselisihan tersebut berlanjut ke saqifah (suatu tempat di Madinah yang biasa
digunakan oleh kaum Anshor untuk membahas suatu masalah.
Aturan-aturan
yang jelas tentang pengganti Rasulullah tidak ditemukan, yang ada hanyalah
sebuah mandat yang diterima Abu Bakar menjelang wafat Rasulullah untuk menjadi
imam. Sesuatu yang masih merupakan tanda
tanya terhadap mandat tersebut. Adakah suatu pertanda Rasulullah menunjuk Abu
Bakar atau tidak. Berita perdebatan dua golongan ini kemudian terdengar oleh
sahabat-sahabat terkemuka seperti Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan
dan Ali.
Mendengar
berita ini , sahabat Abu Bakar dan Umar ibn Khattab sangat terkejut, kemudian
keduanya cepat-cepat mendatangi dimana
kedua golongan tersebut sedang berdebat, untuk itu mereka mendatangi
saqifah bani sa’idah . Dalam pertemuan, golongan Khazraj telah sepakat mencalonkan Salad bin Ubaidah, sebagai
pengganti Rasulullah. Akan tetapi, suku Aus belum menjawab atas pandangan
tersebut. Ketika perdebatan diantara mereka , Abu Bakar berpidato dihadapan
mereka dengan mengemukakan kelebihan-kelebihan Anshor dan golongan Muhajirin ,
Abu Bakar mengusulkan agar hadirin memilih salah satu dari sahabat yaitu Umar
ibn Khattab dan Abu Ubaidah, namun keduanya menolak , dan keduanya berkata
“Demi Allah kami tidak akan menerima pekerjaan besar ini selama engkau masih
ada, hai Abu Bakar! Engkaulah orang muhajirin yang paling mulia , engkaulah
satu-satunya orang yang menyertai Rasulullah di Gua ketika dikejar-kejar oleh
orang-orang Quraisy engkaulah satu-satunya orang yang pernah ditunjuk oleh
Rasulullah untuk menjadi imam shalat waktu Rasulullah sakit. Untuk itu
tengadahkanlah tanganmu wahai Abu Bakar, kami hendak membaiatmu.”
Pada
awalnya Abu Bakar sendiri merasa keberatan, kemudian Umar ibn Khattab memegang
tangan Abu Bakar sebagai tanda pembaiatan dan diikuti oleh sahabat Abu saqifah
bani sa’idah itu baik kaum Muhajirin maupun Anshor. Kemudian Abu Bakar berpidato “wahai manusia!
Saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu padahal Aku bukanlah orang terbaik
diantara kamu , maka jikalau Aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah
Aku, tetapi jika Aku berbuat salah maka luruskanlah! Orang yang kamu pandang
kuat saya pandang lemah, sehingga aku
dapat mengambil hak darinya , sedang orang yang kau pandang lemah aku pandang
kuat, sehingga aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada
Allah dan Rasul-Nya , tetapi bilamana aku tidak
mentaati Allah dan Rasul-Nya , kamu tidak perlu mentaatiku. Dirikanlah
shalat, semoga Allah merahmati kalian”. Pidato yang diucapkan setelah
pengangkatannya menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar terhadap
nilai-nilai islam dab strategi menilai keberhasilan tertinggi bagi umat
sepeninggal nabi.
Dari
paparan di atas, terlihat jelas bahwa Abu Bakar dipilih secara aklimasi,
walaupun tokoh-tokoh lain tidak ikut membai’atnya, misalnya Ali bin Abi Thalib,
Abbas, Thalha, dan Zubair yang menolak dengan hormat. Pembahasan-pembahasan
tentang khallifah ini akhirnya menimbulkan berbagai aliran pemikiran islam.
Dengan terpilihnya Abu Bakar serta pembai’atannya, resmilah berdiri ke
khilafahan pertama di dunia islam.
C.
Pemerintahan
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Sepak
terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar ketika
ia di angkat menjadi khalifah seperti yang di atas. Secara lengkap isi
pidatonya sebagai berikut: “ Wahai manusia! saya telah diangkat untuk
mengedalikan urusanmu padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kamu, maka
jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku
berbuat salah, maka luruskanlah! Orang yang kamu pandang kuat saya pandang
lemah , sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedang orang yang kau pandang
lemah aku pandang kuat , sehingga aku dapat mengembalikan hak kepadanya.
Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku Taat kepada Allah da RasulNya, tetapi
bilamana aku tidak mentaati Allah dan rasulNya, kamu tidak perlu mentaatiku.
Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kalian”.
Ucapan
yang pertama sekali yang di ucapkan oleh Abu Bakar ketika bai’at, ini
menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan.
Di dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat , tuntutan ketaatan rakyat ,
mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat berjihad, serta shalat sebagai
intisari takwa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pemerintahan Abu Bakar
melanjutkan kepemimpinan sebelumnya, baik kebijaksanaan dalam kenegaraan maupun
pengurusan terhadap agama. Di antara kebijaksanaanya adalah sebagai berikut:
·
Kebijaksanaan Pengurusan
Terhadap Agama
1. Memerangi
nabi-nabi palsu, kaum murtad, dan kaum munafik
a. Gerakan
nabi palsu
Sukses besar
misi perjuangan nabi Muhammad menimbulkan kecemburuan segolongan masyarakat.
Tidak lama setelah nabi Muhammad wafat muncullah beberapa orang yang mengaku
sebagai nabi. Mereka mengepalai gerakan kelompok pembangkang.
Aswad
al-Ansi merupakan orang yang pertama kali mengaku sebagai nabi. Ia adalah
pemimpin suku Ansi di Yaman. Ia berhasil merekrut sejumlah pasukan dan
bersekutu dengan daerah-daerah sekitar Yaman untuk melancarkan pemberontakan
terhadap pemerintahan islam.
Musaylamh,
seorang yang berasal dari suku Bani Hanifah di pusat Jazirah Arab, mengaku
sebagai nabi dan mengadakan gerakan penghasutan di Yamamah. Sebelumnya, ia
datang ke Madinah beserta sejumlah utusan sebagai orang beriman, dalam
perjalanan pulang ia mengaku dirinya sebagai nabi. Masyarakat suku Hanifah
sejak semula tidak merasa senang dengan hadirnya seorang nabi dari suku
Quraisy, karena itu mereka mudah menerima seruan Musaylamah sebagai seorang
nabi dari suku mereka sendiri.
Tulayha
adalah seorang yang mahir dalam peperangan dan terkenal sebagai orang kaya raya
dari suku Bani As’ad, Arabia selatan. Ia melancarkan perlawanan secara
terang-terangan terhadap pemerintahan islam seraya mengaku sebagai nabi setelah
wafatnya nabi.
Sajah,
seorang wanita kristen, mengaku sebagai nabi. Ia berasal dari suku Yarbu’ di
Asia tengah. Sekalipun ia mendapat dukungan dari mayoritas masyarakatnya, namun
ia tidak memiliki keberanian melawan kekuasaan islam, karena itu ia membentuk
kekuatan persekutuan dengan cara melangsungkan perkawinan dengan Musaylamah.
b. Gerakan
kaum murtad
Masa
pemerintahan Abu Bakar yang pendek sebagian besar disibukkan dengan upaya
memerangi gerakan kaum murtad dan munafik. Semenjak tersebar kabar wafat nabi,
sekelompok orang di Madinah menyatakan kemurtadannya sambil melancarkan aksi
pemberontakan. Gerakan ini dikenal sebagai gerakan riddah. Sementara nabi-nabi
palsu menyerukan masyarakat dan pengikutnya agar masuk islam, maka sejumlah
suku-suku lainnya menyatakan diri keluar dari islam dengan berbagai alasan dan
latar belakang. Berikut ini adalah sebab-sebab dan latar belakang yang
mendorong perlawanan mereka terhadap islam.
Kekuasaan
Madinah yang semakin meluas menimbulkan kecemburuan sebagian masyarakat Makkah
yang tidak menghendaki supremasi kota Madinah. Mereka tinggal diam semasa nabi
masih hidup. Sepeninggal nabi mereka berusaha menandingi pengaruh Madinah.
Watak bangsa Arab yang berhasil diredam oleh nabi mulai menampakkan corak
aslinya, yakni fanatisme kedaerahan dan khususnya fanatisme kesukuan.
Pada
umumnya, masyarakat kesukuan bangsa Arabia bersifat paternalis, yakni mengikuti
dan tunduk kepada para pemimpinnya secara membabi buta. Jika seorang pemimpin
masuk islam, rakyatnya mengikuti masuk islam pula, sekalipun mereka dalam
hal-hal tertentu lebih bersifat demokratis. Dominasi sifat paternalis itulah
yang menyebabkan mereka mudah menerima seruan kemurtadan dan sekelompok pemuka
suku yang merasa dirugikan dan merasa khawatir dengan perkembangan islam.
Bahwa nabi telah
membawa perubahan besar-besaran terhadap struktur soaial masyarakat Arabia.,
khususnya dalam bidang polititk dan keagamaan. Perubahan-perubahan yang dibawa
islam ini dirasakan sangat merugikan dan mengurangi pengaruh kepemimpinan
pemuka-pemuka Arabia.
Bahwa suku-suku
Arabia pada dasarnya memeliuk islam dengan pertimbangan bahwa kekuatan nabi di
Madinah dapat melindungi mereka dan dengan menaruh sejumlah harapan terhadap
kekuatan islam di Madinah. Ketika mereka mengkhawatirkan bahwa harapan tersebut
semata harapan kosong, maka muncullah inisiatif mereka melawan kekuatan islam.
Bahwasanya
ketika nabi Muhammad meninggal, masyarakat Arabia belum lama memeluk agama
islam sehingga mereka belum menghayati keindahan dan keagungan ajaran-ajaran
islam. Dengan wafat nabi, keyakinan mereka pudar dan kembali kepada keyakinan
kesukuan mereka semula.
c. Gerakan
kaum munafik
Abu Bakar
memandang gerakan kaum munafik sebagai bahaya besar dan mengancam. Hampir
diseluruh penjuru Arabia timbul gerakan ini. Tanpa rasa gentar dan keraguan
sedikitpun Abu Bakar menyusun kekuatan untuk menumpas seluruh gerakan ini
dengan semangat perjuangan menegakkan islam. Dalam waktu satu tahun Abu Bakar
berhasil mengembalikan stabilitas pemerintahan islam.
Abu Bakar
menyusun kekeuatan di Madinah dan membaginya membagi sebelas batalion untuk
dikirim ke sebelas daerah rawan pemberontakan. Kepada masing-masing komandan
batalion, Abu Bakar menyampaikan instruksi mengajak mereka yang terlibat dalam
pemberontakan agar kembali kepada ajaran islam. Jika menolak ajakan tersebut,
mereka boleh diperangi sampai habis. Sebagian mereka menerima ajakan tersebut
dan kembali kepada ajaran islam tanpa peperangan, namun sebagian besar mereka
bertahan dalam sikapnyamelawan islam, sehingga peperangan tidak dapat
dihindarkan. Khalid ibn Walid merupakan komandan yang pertama kali
diperintahkan untuk memerangi Tulaiha dalam peperangan Buzaka. Khalid berhasil
mengalahkan pasukan Tulaiha. Setelah berhasil dikalahkan, suku-suku yang terlibat
dalam gerakan pemberontakan akhirnya bersedia masuk islam, termasuk suku Bani
As’ad.
Seorang nabi
palsu, yakni sajah, berhasil menyusup ke Madinah beserta pasukannya untuk
meluncurkan penyerbuan Madinah dan berhasil menggalang kekuatan persekutuan dengan
sejumlah suku. Namun, Sajah hilang keberaniannya ketika mengetahui
keberangkatan pasukan Khalid ke medan perang. Ia kemudian bergabung dengan
pasukan Musaylamah. Persekutuan ini ternyata tidak membawa hasil, dan akhirnya
Sajah kembali ke negeri asalnya, di lembah Mesopotamia.
Gerakan islam
yang paling kuat adalah yang dipimpin oleh Musaylamah. Untuk menghadapinya Abu
Bakar mengirimkan pasukan islam yang dipimpin Ikrimah dan Syurahbil. Pasukan
ini tidak berhasil menggempur kekuatan Musaylamah, karena itu segera
memerintahkan Khalid ibn Walid. Kedua pasukan bertempur dalam perang Yamamah,
633 M. Pasukan islam akhirnya dapat menggempur benteng pertahanan dan
perlindungan musuh. Ribuan musuh beserta Musaylamah terbunuh di dalam benteng
tersebut. Dengan kemenangan dalam peperangan Yamamah ini, berakhirlah misi
pasukan islam memerangi gerakan anti islam.
2. Pengumpulan
Al-Quran
Selama
peperangan riddah, banyak dari penghafal Al-Quran yang tewas. Karena
orang-orang ini merupakan penghafal bagian-bagian Al-Quran, Umar cemas jika
bertambah lagi angka kematian, yang berarti beberapa bagian lagi dari Al-Quran
akan musnah. Karena itu menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu “kumpulan”
Al-Quran kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid ibn Tsabit
karena beliau paling bagus hafalannya. Zaid sangat berhati-hati dalam
menghimpun ayat-ayat Al-Quran, sekalipun dia sendiri hafal seluruh Al-Quran.
Zaid tidak mau menerima tulisan ayat-ayat Al-Quran, kecuali kalau disaksikan
dengan dua orang saksi yang adil bahwa ayat itu benar-benar ditulis di hadapan
nabi atas perintahnya atau petunjuknya.
Tugas menghimpun
ayat-ayat Al-Quran itu dapat dilaksanakan oleh Zaid dalam waktu kurang lebih
satu tahun yakni di antara sesudah terjadinya perang Yamamah dan sebelum wafat
Abu Bakar. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pengupulan Al-Quran ini termasuk
salah satu jasa besar dari Abu Bakar.
3. Ilmu
Pengetahuan
Pola pendidikan
pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa nabi, baik dari segi materi maupun
lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan islam terdiri dari
pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan dan lain sebagainya.
Menurut Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut kuttab.
Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya
Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada
masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan
yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasul terdekat.
Lembaga
pendidikan islam masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat
pertemuan dan lembaga pendidikan islam sebagai tempat shalat berjamaah, membaca
Al-Quran dan lain sebagainya.
·
Kebijaksanaan
Kenegaraan
1. Bidang
Eksekutif
Pendelegasian
terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinahmaupun daerah. Misalnya untuk
pemerintahan pusat Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Zaid ibn Tsabit
sebagai sekretari dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan serta Umar bin Khattab
sebagai hakim agung . untuk daerah kekuasaan islam, dibentuklah
provinsi-provinsi, dan untuk setiap provinsi ditunjuk seorang Amir, yang antara
lain:
Itab bin Asid
menjadi amir di kota Mekkah, amir yang diangkat pada masa nabi
Utsman bin Abi
Al-Ash, amir untuk kota Thaif, diangkat pada masa nabi
Al-Muhajir bin
Abi Umayyah, amir untuk San’a
Ziad bin Labid,
amir untuk Hadramaut
Ya’la bin
Umayyah. Amir untuk Khaulan
Abu Musa
Al-Ansyari, amir untuk Zubaid dan Rima’
Muaz bin Jabal,
amir untuk Al-Janad
Jarir bin
Abdullah, amir untuk Najran
Abdullah bin
Tsur, amir untuk Jarasy
Al-Ula bin
Hadrami, amir untuk Bahrain, sedangkan untuk Irak dan Syam (Syria) dipercayakan
kepada para pemimpin militer.
Para amir
tersebut bertugas sebagai pemimpin agama, juga menetapkan hukum dan
melaksanakan undang-undang. Artinya seorang amir di samping sebagai pemimpin
agama juga sebagai hakim dan pelaksana tugas kepolisian. Namun demikian, setiap
amir diberi hak untuk mengangkat pembantu-pembantunya, seperti katib, amil dan
sebagainya.
2. Pertahanan
dan Keamanan
Dengan
mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi
keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas
di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ditunjuk adalah Khalid
bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
3. Yudikatif
Fungsi kehakiman
dilaksanakan oleh Umar bin Khattab dan selama masa pemerintahan Abu Bakar tidak
ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini karena
kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan masyarakat dikala itu dikenal alim.
4. Sosial
Ekonomi
Sebuah lembaga mirip Bait Al-Mal,
di dalamnya dikelola harta benda yang didapat dari zakat, infak, sedekah, harta
rampasan, dan lain-lain. Harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai negara dan
untuk kesejahteraan ummat sesuai dengan aturan yang ada.
D.
Penyebaran dan
Kekuasaan Islam pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Islam
pada hakikatnya adalah agama dakwah, artinya agama yang harus dikembangkan dan
didakwahkan. Terdapat dua pola pengembangan wilayah islam, yaitu dengan dakwah
dan perang. Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan Jazirah Arab, Abu
Bakar beralih pada permasalahan luar negeri. Pada masa itu, di luar kekuasaan
islam terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat mengganggu keberadaan
islam, baik secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah Persia dan
Romawi. Rasulullah sendiri memerintahkan tentara islam untuk memerangi
orang-orang Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka sangat membahayakan bagi
islam. Mereka berusaha melenyapkan dan menghanbat perkembangan islam dengan
cara membunuh sahabat nabi. Dengan demikian cikal bakal perang yang dilakukan
oleh ummat islam setuju untuk berperang demi mempertahankan islam.[2]
Pada
tahap pertama, Abu Bakar terlebih dahulu menaklukkan Persia. Pada bulan
Muharram tahun 12 H (6333 M), ekspedisi ke luar Jazirah Arab dimulai. Musanna
dan pasukannya dikirim ke Persia menghadapi perlawanan sengit dari tentara
kerajaan Persia. Mengetahui hal itu, Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin
Walid yang sedang berada di Yamamah untuk membawa pasukannya membantu Musanna.
Gabungan kedua pasukan ini segera bergerak menuju wilayah Persia. Kota Ubullah
yang terletak di pantai teluk Persia, segera diserbu. Pasukan Persia berhasil
dikalahkan . perang ini dalam sejarah islam disebut dengan Mauqi’ah Zat
as-Salasil artinya peristiwa untaian rantai.
Pada
tahap kedua, Abu Bakar berupaya menaklukkan kerajaan Romawi dengan membentuk
empat barisan pasukan. Masing-masing kelompok dipimpin seorang panglima dengan
tugas menundukkan daerah yang telah ditentukan. Keempat kelompok tentara dan
panglimanya itu adalah:
Abu
Ubaidah bin Jarrah bertugas di daerah Homs, Suriah utara, dan Antiokia
Amru
bin Ash mendapat perintah untuk menaklukkan wilayah palestina yang saat itu
berada di bawah kekuasaaan Romawi timur.
Syurahbil
bin Abu Sufyan mendapat perintah untuk
menaklukkan Damaskus dan Suriah selatan
Perjuangan
tentara-tentara muslim tersebut untuk menaklukkan Romawi dan Persia baru tuntas
pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab.
E.
Peradaban pada
Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Bentuk peradaban
yang paling besar dan luar biasa dan merupakan kerja besar yang dilakukan pada
masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Quran. Umarlah yang
mengusulkan pertama kalinya penghimpunan ini. Ide atau usulan Umar itu diterima
oleh Abu Bakar setalah diadakan diskusi dan pertimbangan-pertimbangan yang
saksama. Kemudian Abu Bakar Ash Shiddiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit
untuk menghimpun Al-Quran dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hafalan
kaum muslimin. Hal yang dilakukan sebagai usaha untuk menjaga kelestarian
Al-Quran setelah syahidnya beberapa orang penghafal Al-Quran pada perang
Yamamah.
Selain
itu, peradaban islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu Bakar terbagi
pada beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Dalam
bidang penataan sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
sosial masyarakat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat, infak,
dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin, serta harta ghanimah yang
dihasilkan dari rampasan perang dan jizyah dari warga negara non-muslim ,
sebagai sumber pendapatan negara ini dibagikan untuk kesejahteraan para
tentara, gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat yang berhak menerimanya
sesuai dengan ketentuan Al-Quran.
2. Praktik
pemerintahan khalifah Abu Bakar yang terpenting adalah suksesei kepemimpinan
atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk Umar sebagai penggantinya. Ada
beberapa faktor Abu Bakar menunjuk atau mencalonkan Umar menjadi khalifah.
Faktor utama adalah kekhawatiran akan terulang kembali peristiwa yang sangat
menegangkan di Tsaqilah Bani Saidah yang nyaris menyulut ummat islam ke jurang
perpecahan , bila tidak menunjuk seorang untuk menggantikannya.
F.
Wasiat Abu Bakar
Ash-Shiddiq
Setelah
mengetahui kesepakatan semua orang atas penunjukan Umar sebagai pengganti, Abu Bakar memanggil
Utsman bin Affan untuk menuliskan surat tersebut adapun surat tersebut
berbunyi: “Bismillahirrahmanirrahim. Berikut ini adalah wasiat Abu Bakar,
khalifah Rasulullah, pada akhir kehidupannya di dunia dan awal kehidupannya di
akhirat, dimana orang kafir akan beriman dan orang fajir akan yakin.
Sesungguhnya, Aku telah mengangkat Umar ibn Khattab untuk memimpin kalian. Jika
dia bersabar dan berlaku adil. Itulah yang ku ketahui tentang dia dan
pendapatku tentang dirinya. Ketika dia menyimpang dan berubah, aku tidak
mengetahui hal yang ghaib. Kebaikanlah yang aku inginkan dari setiap apa yang
diupayakan. Orang-orang yang zalim akan mengetahui apa nasib yang akan
ditemuinya.”
Abu Bakar menstempelnya. Surat wasiat ini lalu
dibawa keluar oleh Utsman untuk dibacakan kepada khalayak ramai. Mereka pun
membai’at Umar ibn Khattab. Peristiwa ini berlangsung pada bulan Jumadil Akhir
tahun ke-13 Hijriah.
G. Wafatnya
Abu Bakar Ash-Shiddiq
Pada akhir minggu pertama Jumadil Akhir tahun 13
Hijriah Abu Bakar jatuh sakit. Pada musim dingin hari itu, Abu Bakar mandi,
lalu ia terserang demem yang sangat berat. Ia pun sadar bahwa penyakitnya itu
akan membawa maut. Ia ditawari untuk dipanggilkan dokter, tapi ia menjawab “Dia
telah melihatku dan berkata, ‘Aku pembuat sekehendakku’.”
Dalam
sakitnya ia berwasiat kepada Aisyah supaya dikafani dengan dua helai kain
bersih yang biasa ia pakai bersembahyang. Ketika Aisyah menawarkan hendak
mengkafaninya dengan kain biru, ia berkata “orang yang hidup lebih memerlukan
yang baru dari pada yang sudah mati, kafan itu hanya buat cacung dan tanah”.
Setelah 15 hari lamanya menderita penyakit , wafatlah Abu Bakar Ash-Shiddiq
pada 21 bulan Jumadil Akhir tahun 13 Hijriah, bertepatan tanggal 22 Agustus
tahun 364 M. Dikebumikan di kamar Aisyah di samping makam sahabatnya yang mulia
Rasulullah Saw.
Abu
Bakar wafat pada usia 63 tahun, ia menjabat kekhalifahan selama 2 tahun 3 bulan
lebih 10 hari. Abu Bakar meninggalkan 5 orang anak, 3 laki-laki dan 2
perempuan, yaitu Abdullah, Abdurrahman, Muhammad, Aisyah (istri Rasulullah Saw)
dan Asma (istri Zubair bin Awwam).[3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar