Rabu, 08 April 2015

TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN IMPLIKASINYA
DALAM PEMBELAJARAN  





STAI As'adiyah Sengkang.jpg

  MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi  tugas mata kuliah  Psikologi Pendidikan Semester
 VI B pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) As’adiyah Sengkang

Oleh : Kelompok XI

MUHLIS

NURUL FADILAH


FAKULTAS TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI) AS’ADIYAH SENGKANG
2014/2015

KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT ,kami mohon ampun dan pertolongan hanya kepada-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurah keharibaan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman kebodohan  ke zaman penuh ilmu pengetahuan yang berkat Ilmu itu penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI dengan judul  Teori Belajar Humanistik dan Implikasinya dalam Pembelajaran ”.
Terima Kasih yang tidak terhingga penulis haturkan kepada orang tua yang telah memberikan dukungan penuh kepada kami, begitu pula kepada Dosen Pembimbing, yang selalu memberikan kritik-kritik membangun demi terwujudnya penulis menjadi mahasiswa yang berguna .
Harapan besar  penulis semoga makalah ini dapat menjadi manfaat dan memberi beberapa wawasan baru bagi kami khususnya, teman-teman dan pada pembaca sekalian pada umumnya.
                                                                                Sengkang, 28 Maret 2015
                                                                                     Penulis

                                                              Kelompok V



DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................    1-3
A.         Latar Belakang Masalah................................................................      1
B.         Rumusan Masalah.............................................................................. 3

BAB I PEMBAHASAN......................................................................................   4-12
A.        Pengertian Teori Belajar Humanistik ............................................      4
B.         Tokoh Teori Humanistik................................................................ .... 6
C.         Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik.......................................      9
D.        Aplikasi Teori Belajar Humanistik.................................................     10
E.         Implikasi Teori Belajar Humanistik...............................................     11
BAB V. PENUTUP.............................................................................................. 13-14
A.        Kesimpulan....................................................................................     13
B.         Saran  ............................................................................................     14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................     15

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Belajar adalah key term, 'istilah kunci' yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan. Belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai sikap, dan perubahan itu bersifat secara relatif konstans dan membekas.
Aliran humanistik memandang bahwa belajar bukan sekedar pengembangan kualitas kognitif saja, melainkan juga sebuah proses yang terjadi dalam diri individu yang melibatkan seluruh domain yang ada. Dengan kata lain, pendekatan humanistik dalam pembelajaran menekankan pentingnya emosi atau perasaan (emotional approach), komunikasi yang terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa.
Pribadi manusia itu dapat berubah karena dipengaruhi oleh sesuatu, karena itu ada usaha untuk mendidik pribadi dan membentuk pribadi. Belajar juga memainkan peran penting dalam mampertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena belajar. Akibat persaingan tersebut, kenyataan tragis bisa pula terjadi karena belajar.
Banyak ditemukan, proses pembelajaran terjadi tanpa memperhatikan kondisi psikologis siswa. Menurut Muhibbin Syah, seorang siswa yang menempuh proses belajar, idealnya ditandai oleh munculnya pengalaman-pengalaman psikologis baru yang positif, yaitu pengalaman-pengalaman bersifat kejiwaan yang diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sifat, sikap, dan kecakapan yang konstruktif, bukan kecakapan yang destruktif (merusak).
Untuk mengembangkan hal tersebut, seharusnya dalam suatu sistem pendidikan siswa tidak harus menyesuaikan dengan kurikulum (siswa untuk kurikulum), tetapi sebaliknya, kurikulum untuk siswa. Artinya, orientasi belajar bukan menyelesaikan materi, akan tetapi lebih menekankan pada proses penerimaaan materi. Seperti yang diungkapkan oleh aliran teori humanistik, orientasi belajar dalam proses pembelajaran harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri.
Sejauh ini, masih banyak teori belajar lebih menekankan peranan lingkungan dan faktor-faktor kognitif dalam proses belajar mengajar. Hal demikian tampak ketika siswa-siswa belajar sangat dipengaruhi oleh bagaimana dia berpikir dan bertindak. Guru hanya mengidentifikasi apa yang penting, sulit, atau sesuatu yang belum dikenal, dan membangkitkan informasi yang telah dipelajari. Hal ini juga terlihat dari metode yang digunakan guru masih bersifat konvensional, yaitu ceramah dan hafalan tanpa memperhatikan faktor nilai yang melekat pada diri siswa, sehingga interaksi cenderung bersifat teacher centered (berpusat pada guru).
Guru terkadang hanya memahami bahwa proses pembelajaran hanya sekedar transfer of knowledge, dan hal ini sering tidak disadari oleh guru. Bahkan menurut Reber (1989) sebagaimana yang dikutip oleh Muhibbin Syah, menyatakan bahwa belajar adalah the process of acquiring knowledge (proses memperoleh pengetahuan). Pengertian ini biasanya dipakai oleh aliran psikologi kognitif, sehingga lebih menekankan knowledge dan menafikan value. Hal ini bisa dilihat dari perubahan tingkah laku siswa. Menurut Morgan dan kawan-kawan (1986) sebagaimana yang dikutip oleh Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman dan adanya proses internal yang terjadi di dalam diri seseorang. Perubahan ini tidak terjadi karena adanya warisan, genetik, atau respon secara alamiah, kedewasaan, atau keadaan organisme yang bersifat temporer, seperti kelelahan, pengaruh obat-obatan, rasa takut, melainkan perubahan dalam pemahaman, prilaku, persepsi, motivasi, atau gabungan dari semuanya.
Dengan demikian, belajar tidak hanya transfer of knowledge, tetapi juga transfer of value, sehingga siswa mengalami perubahan dan mampu memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkunganya.
B.       Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan pada latar belakang, dapat diformulasikan permasalahan pokok sebagai berikut:
  1. Apakah teori belajar humanistik itu?
  2. Siapakah tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik?
  3. Bagaimana prinsip-prinsip teori belajar humanistik?
  4. Bagaimana aplikasi dan implikasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran?


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Teori Belajar Humanistik
Para teoritikus humanistik, seperti Carls Rogers (1902-1987) dan Abraham Maslow (1908-1970) menyakini bahwa tingkah laku manusia tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik-konflik yang tidak disadari maupun sebagai hasil pengkondisian (conditioning) yang sederhana.Teori ini menyiratkan penolakan terhadap pendapat bahwa tingkah laku manusia semata-mata ditentukan oleh faktor diluar dirinya. Sebaliknya, teori ini melihat manusia sebagai aktor dalam drama kehidupan, buka reaktor terhadap instink atau tekanan lingkungan. Teori ini berfokus pada pentingnya pengalaman disadari yang bersifat subjektif dan self-direction.[1]

Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Bentuk belajar apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
 Menurut Abraham Maslov bahwa manusia bergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang paling di kenal adalah teori tentang Hierarchy of Needs ( Hirarki kebutuhan ), yaitu (1) kebutuhan yang bersifat herarkis yaitu kebutuhan akan pangkat kedudukan, (2) kebutuhan-kebutuhan fisiologis yaitu (kebutuhan kerja), (3) kebutuhan akan rasa aman, (4) kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki, (5) kebutuhan akan rasa harga diri, dan (6) kebutuhan untuk mengaktualisasi diri. Ia memusatkan pada kepribadian normal dan sehat. Dengan terpenuhinya kebutuhan tersebut yang disebutkan oleh Maslow, maka memungkinkan individu tumbuh rasa percaya dirinya, sehingga individu mampu menciptakan prestasi intelektual dan akhirnya mengaktualisasikan dirinya dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Menurut Bloom secara umum ada 3 potensi yang harus dikembangkan pada manusia yaitu Kognitif, Apektif  dan Psikomotorik.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. (Uno, 2006: 13).
Peserta didik dipandang sebagai subjek utama yang menentukan proses belajar itu sendiri, tanpa ada pengaruh dari luar. Peserta didik akan membangun ketertarikan pada pelajaran dari dirinya sendiri, karena peserta didik menyadari bahwa pelajaran tersebut merupakan pengalaman yang dapat dijadikan panduan untuk hidup dengan baik dilingkungannya. Peserta didik dapat menempatkan dirinya dengan benar dilingkungannya maka tercapailah tujuan belajar untuk “memanusiakan manusia” bagi peserta didik. Didalam proses belajar peserta didik berupaya mengembangkan segala potensi didalam dirinya kearah yang baik agar menjadi manusia yang benar.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka (Drs.M.Dalyono, 2012 : 43).
Adapun pendidik hanyalah sebagai fasilitator yang memberikan arahan kepada peserta didik agar mengaktualisasikan segala potensinya semaksimal mungkin untuk memahami dirinya sebagai manusia yang bermartabat. Teori belajar humanistik, menitikberatkan pada metode student centered, dengan menggunakan "komunikasi antar pribadi" yang berpusat pada peserta didik dengan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik untuk dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam suatu kehidupan.
B. Tokoh Teori Humanistik
    1. Arthur Combs
Apabila kita ingin memahami perilaku orang kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu.  Perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain adalah ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti bahwa siswa itu tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki guru itu. Apabila guru memberikan aktifitas lain, besar kemungkinan siswa akan memberikan reaksi yang positif. Ada 2 hal penting yang menjadi perhatian dalam pembelajaran yaitu:
  1. Pemerolehan informasi baru
  2. “Personalisasi” informasi ini pada individu.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila subject matter-nya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal “arti” tidaklah menyatu pada subject matternya itu; dengan kata lain di individulah yang memberikan arti tadi kepada subject matternya. Sehingga yang terpenting adalah bagaimana caranya siswa memperoleh “arti bagi dirinya” dari subjeck matter yang dibawakan oleh gurunya, sehingga siswa dapat menghubungkan subject matternya dengan kehidupannya.
Combs  berpendapat bahwa makin dekat peristiwa-peristiwa itu dari “persepsi diri” makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya, dan sebaliknya makin jauh suatu peristiwa dari “persepsi diri” makin kecil pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan dan hal-hal yang mempunyai banyak hubungan dengan diri makin mudah diingat.
    2. Abraham Maslov
Maslov percaya bahwa manusia bergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Dia mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri orang memiliki rasa takut yang dapat membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan. Teorinya yang paling di kenal adalah teori tentang Hierarchy of Needs ( Hirarki kebutuhan ), yaitu kebutuhan yang bersifat herarkis, kebutuhan-kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki, kebutuhan akan rasa harga diri, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi diri. Ia memusatkan pada kepribadian normal dan sehat. Dengan terpenuhinya kebutuhan tersebut yang disebutkan oleh Maslow, maka memungkinkan individu tumbuh rasa percaya dirinya, sehingga individu mampu menciptakan prestasi intelektual dan akhirnya mengaktualisasikan dirinya dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Manusia juga bermotivasi untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan hidupnya. Kebutuhan – kebutuhan tersebut memiliki tingkatan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi. sebagaimana yang dikutip oleh Sri Estu Wuryani Djiwandono, bahwa:
“Ada hierarki kebutuhan manusia. kebutuhan untuk tingkat paling rendah yaitu tingkat untuk bisa survive atau memepertahankan hidup dan rasa aman, dan inilah kebutuhan yang paling penting. Tetapi jika manusia secara fisik terpenuhi kebutuhannya dan merasa nyaman, mereka akan distimuli untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan untuk memiliki dan untuk dicintai dan kebutuhan akan harga diri dalam kelompok mereka sendiri”[2].

Psikologi humanistic memiliki pengaruh kuat di bidang pendidikan dan pembelajaran. Pendekatan pengajaran humanistic didasarkan pada premis bahwa siswa telah memiliki kebutuhan untuk menjadi orang dewasa yang mampu mengaktualisasikan diri, sebuah istilah yang digunakan oleh Maslow (1954). Aktualisasi diri orang dewasa yang mandiri, percaya diri, realistis tentang tujuan dirinya dan fleksibel. Mereka mampu menerima dirinya sendiri, perasaan mereka dan lain-lain disekitarnya. Untuk menjadi dewasa dengan aktualisasi dirinya, siswa perlu ruang kelas yang bebas yang memungkinkan mereka menjadi kreatif.(Sudarwan Danim dan H.Khairil,2011:23-26).
    3. Carl R. Rogers
Rogers berpendapat bahwa manusia mampu mewujudkan tendensi spontan untuk berdeferensiasi, bertanggung jawab sendiri, menjadi matang dan bekerja sama dengan baik. Atas hormatnya kepada kodrat alamiah manusia dan kepada nilai-nilai human, Rogers dengan tepat dapat disebut Psikolog humanistik
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Rogers mengemukakan bahwa belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya, yaitu dengan menempatkan anak didik dalam kerangka kerja suatu masalah yang sebenarnya, dan dengan menempatkan tanggung jawab untuk suatu solusi atas anak didik, kita memberikan pelajaran yang penuh makna dan pengaruhnya akan segera bisa dirasakan.
Dalam teori belajar, Rogers menggunakan pendekatan emosional, perhatian akan perkembangan intelektual dan emosional anak dianggap penting. Hal ini sesuai dengan pandangan Semiawan sebagaimana yang dikutip oleh Hamzah B. Uno, "Stimulasi intelektual sangat dipengaruhi keterlibatan emosional, bahkan emosi juga amat menentukan perkembangan intelektual anak secara bertahap." Sehingga, kebermaknaan belajar sangat berpengaruh terhadap peserta didik.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar peserta didik menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana adanya. (Hadis, 2006: 72)
C. Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik
1.    Manusia mempunyai belajar alami
2.    Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu
3.    Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4.    Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil
5.    Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam memperoleh cara.
6.    Belajar yang bermakna diperoleh jika peserta didik melakukannya
7.    Belajar lancar jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar
8.    Belajar yang melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
9.    Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
10.  Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu: (1). Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik, (3) belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting. (Dakir, 1993: 64)
D. Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran. (Sumanto, 1998: 235)
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1.   Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2.   Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
3.  Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar atas inisiatif sendiri
4.  Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5.  Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6.  Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7.    Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8.  Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta didik. (Mulyati, 2005: 182)
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini tepat untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah peserta didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
E. Implikasi Teori Belajar Humanistik
Penerapan teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Hal yang menjadi Ilmu pengetahuan merupakan pengalaman. Pengalaman yang dimaksud dalam hal ini adalah serangkaian proses pembelajaran yang didalamnya terdapat nilai-nilai humanisme dan telah dilalui oleh peserta didik. Adapun peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student centre) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
1.  Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.  Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.  Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.  Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti peserta didik yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993: 65).
Guru yang baik menurut teori ini adalah guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar, ruang kelas lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan. Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah, mudah menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang menyakitkan, bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.
BAB III
 PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Teori Belajar Humanistik
          Belajar adalah “Memanusiakan Manusia” .Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap  berhasil jika  pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
         Tokoh dalam teori ini adalah Arthur Comb, Abraham Maslov dan Carl R. Roger.
          Prinsip-prinsip teori belajar humanistik : (1). Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru;(2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik;(3) belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar ;(4) belajar secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri; (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan ;(6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting. (Dakir, 1993: 64)
         Aplikasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran : 1.  Merumuskan tujuan belajar yang jelas; 2. Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif; 3. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar atas inisiatif sendiri; 4. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri; 5.  Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan; 6. Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.;7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya; 8.  Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta didik. (Mulyati, 2005: 182)
         Implikasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran : Peserta didik menjadi pelaku utama,  bentuk pembelajaran menjadi “student centre” , pengalaman selama proses belajar peserta didik akan menjadi ilmu pengetahuan bagi peserta didik dan pendidik berlaku sebagai fasilitator
Saran-Saran
Sebagai seorang mahasiswa yang mengkhususkan diri dalam bidang pendidikan,  berbagai teori belajar patutnya dikaji lebih dalam agar dalam mencapai impian, dapat diraih kemudahan dan menjadikan profesionalisme dalam menjalani profesi yang ditekuni nanti, karena  teori belajar selalu berkembang sesuai perkembangan zaman dan seorang guru terus mengikuti perkembanganteori belajar mengingat besarnya pengaruh yang dibawanya dalam menetapkan sikap guru dalam setiap proses belajar mengajar.


DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Hamdi dan Hardiyat , TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM  (Analisis Ilmu Pendidikan)pdf.  El-Ghazy, Vol. I, No. 1, Agustus 2012  )
Dakir, Dasar-dasar Psikologi. Jakarta: Pustaka Pelajar.1993.
Dalyono,M. Psikologi Pendidikan.Jakarta:Rineka Cipta.2012.
Darsono, Max. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. 2001.
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik Panduan bagi Orang Tuan dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, dan SMA.Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.2009
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. 2006.
F., Azies dan A. Chaedar Alwasilah, Pengajaran Bahasa Komunikatif; Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996.
Hadis, Abdul. Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006.
Mulyati, Psikologi Belajar. Yogyakarta: CV. Andi Offset. 2005.
Purwo, Bambang Kaswanti. (ed.).PELLBA 2: Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya. 1989.
Sanjaya,Wina. Strategi Pembelajaran ;Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta:KENCANA.2014.
Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998.
Sukmadinata, dan Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Cet. IV, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Uno, Hamzah B. Orientasi Baru Dalam Psikologi Perkembangan. Jakarta: Bumi aksara,  2006



[1] Dra.Desmita,M.Si, Psikologi Perkembangan Peserta Didik ; Panduan bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD,SMP,dan SMA,(Bandung :PT.Remaja Rosdakarya,2009),h.44
[2] Hamdi Abdillah dan Hardiyat , TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM  (Analisis Ilmu Pendidikan)pdf.  El-Ghazy, Vol. I, No. 1, Agustus 2012  )h.21
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar