MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan Semester
VI B pada
Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) As’adiyah
Sengkang
Oleh : Kelompok
XI
MUHLIS
NURUL FADILAH
FAKULTAS TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI) AS’ADIYAH SENGKANG
2014/2015
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT ,kami mohon ampun dan pertolongan hanya
kepada-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurah keharibaan Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa umat manusia dari zaman kebodohan ke zaman penuh ilmu pengetahuan yang berkat
Ilmu itu penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Pengembangan Kurikulum
PAI dengan judul “ Teori Belajar
Humanistik dan Implikasinya dalam Pembelajaran ”.
Terima Kasih yang tidak terhingga penulis haturkan kepada orang tua
yang telah memberikan dukungan penuh kepada kami, begitu pula kepada Dosen Pembimbing,
yang selalu memberikan kritik-kritik membangun demi terwujudnya penulis menjadi
mahasiswa yang berguna .
Harapan besar penulis semoga
makalah ini dapat menjadi manfaat dan memberi beberapa wawasan baru bagi kami
khususnya, teman-teman dan pada pembaca sekalian pada umumnya.
Sengkang, 28 Maret 2015
Penulis
Kelompok V
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................... 1-3
A.
Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 3
BAB I
PEMBAHASAN...................................................................................... 4-12
A.
Pengertian
Teori Belajar Humanistik ............................................ 4
B.
Tokoh Teori
Humanistik................................................................ .... 6
C.
Prinsip-prinsip
Teori Belajar Humanistik....................................... 9
D.
Aplikasi Teori
Belajar Humanistik................................................. 10
E.
Implikasi Teori
Belajar Humanistik............................................... 11
BAB V. PENUTUP..............................................................................................
13-14
A.
Kesimpulan.................................................................................... 13
B.
Saran ............................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 15
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Belajar
adalah key term, 'istilah kunci' yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan.
Belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai sikap, dan perubahan itu bersifat
secara relatif konstans dan membekas.
Aliran
humanistik memandang bahwa belajar bukan sekedar pengembangan kualitas kognitif
saja, melainkan juga sebuah proses yang terjadi dalam diri individu yang
melibatkan seluruh domain yang ada. Dengan kata lain, pendekatan humanistik
dalam pembelajaran menekankan pentingnya emosi atau perasaan (emotional
approach), komunikasi yang terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh
setiap siswa.
Pribadi
manusia itu dapat berubah karena dipengaruhi oleh sesuatu, karena itu ada usaha
untuk mendidik pribadi dan membentuk pribadi. Belajar juga memainkan peran
penting dalam mampertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di
tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya
yang lebih dahulu maju karena belajar. Akibat persaingan tersebut, kenyataan
tragis bisa pula terjadi karena belajar.
Banyak
ditemukan, proses pembelajaran terjadi tanpa memperhatikan kondisi psikologis
siswa. Menurut Muhibbin Syah, seorang siswa yang menempuh proses belajar,
idealnya ditandai oleh munculnya pengalaman-pengalaman psikologis baru yang
positif, yaitu pengalaman-pengalaman bersifat kejiwaan yang diharapkan dapat
mengembangkan aneka ragam sifat, sikap, dan kecakapan yang konstruktif, bukan
kecakapan yang destruktif (merusak).
Untuk
mengembangkan hal tersebut, seharusnya dalam suatu sistem pendidikan siswa
tidak harus menyesuaikan dengan kurikulum (siswa untuk kurikulum), tetapi
sebaliknya, kurikulum untuk siswa. Artinya, orientasi belajar bukan
menyelesaikan materi, akan tetapi lebih menekankan pada proses penerimaaan
materi. Seperti yang diungkapkan oleh aliran teori humanistik, orientasi
belajar dalam proses pembelajaran harus berhulu dan bermuara pada manusia itu
sendiri.
Sejauh
ini, masih banyak teori belajar lebih menekankan peranan lingkungan dan
faktor-faktor kognitif dalam proses belajar mengajar. Hal demikian tampak
ketika siswa-siswa belajar sangat dipengaruhi oleh bagaimana dia berpikir dan
bertindak. Guru hanya mengidentifikasi apa yang penting, sulit, atau sesuatu
yang belum dikenal, dan membangkitkan informasi yang telah dipelajari. Hal ini
juga terlihat dari metode yang digunakan guru masih bersifat konvensional,
yaitu ceramah dan hafalan tanpa memperhatikan faktor nilai yang melekat pada
diri siswa, sehingga interaksi cenderung bersifat teacher centered (berpusat
pada guru).
Guru
terkadang hanya memahami bahwa proses pembelajaran hanya sekedar transfer of
knowledge, dan hal ini sering tidak disadari oleh guru. Bahkan menurut
Reber (1989) sebagaimana yang dikutip oleh Muhibbin Syah, menyatakan bahwa
belajar adalah the process of acquiring knowledge (proses memperoleh
pengetahuan). Pengertian ini biasanya dipakai oleh aliran psikologi kognitif,
sehingga lebih menekankan knowledge dan menafikan value. Hal ini
bisa dilihat dari perubahan tingkah laku siswa. Menurut Morgan dan kawan-kawan
(1986) sebagaimana yang dikutip oleh Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, bahwa
belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai
hasil latihan atau pengalaman dan adanya proses internal yang terjadi di dalam
diri seseorang. Perubahan ini tidak terjadi karena adanya warisan, genetik,
atau respon secara alamiah, kedewasaan, atau keadaan organisme yang bersifat
temporer, seperti kelelahan, pengaruh obat-obatan, rasa takut, melainkan
perubahan dalam pemahaman, prilaku, persepsi, motivasi, atau gabungan dari
semuanya.
Dengan
demikian, belajar tidak hanya transfer of knowledge, tetapi juga transfer
of value, sehingga siswa mengalami perubahan dan mampu memecahkan
permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkunganya.
B.
Rumusan Masalah
Dari
uraian yang dikemukakan pada latar belakang, dapat diformulasikan permasalahan
pokok sebagai berikut:
- Apakah teori belajar humanistik itu?
- Siapakah tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik?
- Bagaimana prinsip-prinsip teori belajar humanistik?
- Bagaimana aplikasi dan implikasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori Belajar Humanistik
Para teoritikus humanistik, seperti
Carls Rogers (1902-1987) dan Abraham Maslow (1908-1970) menyakini bahwa tingkah
laku manusia tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik-konflik yang
tidak disadari maupun sebagai hasil pengkondisian (conditioning) yang
sederhana.Teori ini menyiratkan penolakan terhadap pendapat bahwa tingkah laku
manusia semata-mata ditentukan oleh faktor diluar dirinya. Sebaliknya, teori
ini melihat manusia sebagai aktor dalam drama kehidupan, buka reaktor terhadap
instink atau tekanan lingkungan. Teori ini berfokus pada pentingnya pengalaman
disadari yang bersifat subjektif dan self-direction.[1]
Dalam
teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia
itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses
belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan
dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori
ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada
belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia
keseharian. Bentuk belajar apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan
sebagainya) dapat tercapai.
Menurut Abraham Maslov bahwa manusia bergerak untuk memahami dan
menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang paling di kenal adalah teori
tentang Hierarchy of Needs ( Hirarki kebutuhan ), yaitu
(1) kebutuhan yang bersifat herarkis yaitu kebutuhan akan pangkat kedudukan, (2)
kebutuhan-kebutuhan fisiologis yaitu (kebutuhan kerja), (3) kebutuhan akan rasa
aman, (4) kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki, (5) kebutuhan akan rasa
harga diri, dan (6) kebutuhan untuk mengaktualisasi diri. Ia memusatkan pada
kepribadian normal dan sehat. Dengan terpenuhinya kebutuhan tersebut yang
disebutkan oleh Maslow, maka memungkinkan individu tumbuh rasa percaya dirinya,
sehingga individu mampu menciptakan prestasi intelektual dan akhirnya
mengaktualisasikan dirinya dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Menurut
Bloom secara umum ada 3 potensi yang harus dikembangkan pada manusia yaitu
Kognitif, Apektif dan Psikomotorik.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si
pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat
laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari
sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. (Uno, 2006: 13).
Peserta
didik dipandang sebagai subjek utama yang menentukan proses belajar itu
sendiri, tanpa ada pengaruh dari luar. Peserta didik akan membangun
ketertarikan pada pelajaran dari dirinya sendiri, karena peserta didik
menyadari bahwa pelajaran tersebut merupakan pengalaman yang dapat dijadikan
panduan untuk hidup dengan baik dilingkungannya. Peserta didik dapat
menempatkan dirinya dengan benar dilingkungannya maka tercapailah tujuan
belajar untuk “memanusiakan manusia” bagi peserta didik. Didalam proses belajar
peserta didik berupaya mengembangkan segala potensi didalam dirinya kearah yang
baik agar menjadi manusia yang benar.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si peserta didik untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka
(Drs.M.Dalyono, 2012 : 43).
Adapun
pendidik hanyalah sebagai fasilitator yang memberikan arahan kepada peserta
didik agar mengaktualisasikan segala potensinya semaksimal mungkin untuk
memahami dirinya sebagai manusia yang bermartabat. Teori belajar humanistik,
menitikberatkan pada metode student centered, dengan menggunakan
"komunikasi antar pribadi" yang berpusat pada peserta didik dengan mengembangkan
potensi-potensi yang dimiliki peserta didik untuk dapat mengatasi permasalahan
yang dihadapi dalam suatu kehidupan.
B. Tokoh Teori
Humanistik
1. Arthur Combs
Apabila
kita ingin memahami perilaku orang kita harus mencoba memahami dunia persepsi
orang itu. Perilaku buruk itu
sesungguhnya tak lain adalah ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu
yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru mengeluh
bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu, ini
sesungguhnya berarti bahwa siswa itu tidak mempunyai motivasi untuk melakukan
sesuatu yang dikehendaki guru itu. Apabila guru memberikan aktifitas lain,
besar kemungkinan siswa akan memberikan reaksi yang positif. Ada 2 hal penting
yang menjadi perhatian dalam pembelajaran yaitu:
- Pemerolehan informasi baru
- “Personalisasi” informasi ini pada individu.
Combs
berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan
berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila subject matter-nya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya. Padahal “arti” tidaklah menyatu pada
subject matternya itu; dengan kata lain di individulah yang memberikan arti
tadi kepada subject matternya. Sehingga yang terpenting adalah bagaimana
caranya siswa memperoleh “arti bagi dirinya” dari subjeck matter yang dibawakan
oleh gurunya, sehingga siswa dapat menghubungkan subject matternya dengan
kehidupannya.
Combs
berpendapat bahwa makin dekat
peristiwa-peristiwa itu dari “persepsi diri” makin besar pengaruhnya terhadap
perilakunya, dan sebaliknya makin jauh suatu peristiwa dari “persepsi diri”
makin kecil pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu
terlupakan dan hal-hal yang mempunyai banyak hubungan dengan diri makin mudah
diingat.
2. Abraham Maslov
Maslov percaya bahwa manusia bergerak untuk
memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Dia
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis. Pada diri orang memiliki rasa takut yang dapat
membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain
memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan. Teorinya yang
paling di kenal adalah teori tentang Hierarchy of Needs ( Hirarki kebutuhan ), yaitu kebutuhan yang bersifat herarkis, kebutuhan-kebutuhan
fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa cinta dan rasa
memiliki, kebutuhan akan rasa harga diri, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi
diri. Ia memusatkan pada kepribadian normal dan sehat. Dengan terpenuhinya
kebutuhan tersebut yang disebutkan oleh Maslow, maka memungkinkan individu
tumbuh rasa percaya dirinya, sehingga individu mampu menciptakan prestasi
intelektual dan akhirnya mengaktualisasikan dirinya dengan potensi-potensi yang
dimilikinya. Manusia juga bermotivasi untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan – kebutuhan tersebut memiliki tingkatan mulai dari yang
rendah sampai yang tinggi. sebagaimana yang dikutip oleh Sri Estu Wuryani
Djiwandono, bahwa:
“Ada hierarki kebutuhan manusia. kebutuhan untuk tingkat paling
rendah yaitu tingkat untuk bisa survive atau memepertahankan hidup dan rasa
aman, dan inilah kebutuhan yang paling penting. Tetapi jika
manusia secara fisik terpenuhi kebutuhannya dan merasa nyaman, mereka akan
distimuli untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan
untuk memiliki dan untuk dicintai dan kebutuhan akan harga diri dalam kelompok
mereka sendiri”[2].
Psikologi humanistic memiliki pengaruh kuat di bidang
pendidikan dan pembelajaran. Pendekatan pengajaran humanistic didasarkan pada
premis bahwa siswa telah memiliki kebutuhan untuk menjadi orang dewasa yang
mampu mengaktualisasikan diri, sebuah istilah yang digunakan oleh Maslow
(1954). Aktualisasi diri orang dewasa yang mandiri, percaya diri, realistis
tentang tujuan dirinya dan fleksibel. Mereka mampu menerima dirinya sendiri,
perasaan mereka dan lain-lain disekitarnya. Untuk menjadi dewasa dengan
aktualisasi dirinya, siswa perlu ruang kelas yang bebas yang memungkinkan
mereka menjadi kreatif.(Sudarwan Danim dan H.Khairil,2011:23-26).
3. Carl R. Rogers
Rogers
berpendapat bahwa manusia mampu mewujudkan tendensi
spontan untuk berdeferensiasi, bertanggung jawab sendiri, menjadi matang dan
bekerja sama dengan baik. Atas hormatnya kepada kodrat alamiah manusia
dan kepada nilai-nilai human, Rogers dengan tepat dapat disebut Psikolog
humanistik
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna
dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam
proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan
belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan
aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Rogers
mengemukakan bahwa belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya,
yaitu dengan menempatkan anak didik dalam kerangka kerja suatu masalah yang
sebenarnya, dan dengan menempatkan tanggung jawab untuk suatu solusi atas anak
didik, kita memberikan pelajaran yang penuh makna dan pengaruhnya akan segera
bisa dirasakan.
Dalam
teori belajar, Rogers menggunakan pendekatan emosional,
perhatian akan perkembangan intelektual dan emosional anak dianggap penting.
Hal ini sesuai dengan pandangan Semiawan sebagaimana yang dikutip oleh Hamzah
B. Uno, "Stimulasi intelektual sangat dipengaruhi keterlibatan emosional,
bahkan emosi juga amat menentukan perkembangan intelektual anak secara
bertahap." Sehingga, kebermaknaan belajar sangat berpengaruh terhadap
peserta didik.
Menurut
Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar peserta didik menurut pandangan
teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1)
membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap
positif terhadap belajar, (2) membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan
belajarnya dan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3)
membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai
kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada
peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari
berbagai peserta didik sebagaimana adanya. (Hadis, 2006: 72)
C.
Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik
1.
Manusia mempunyai belajar alami
2.
Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai
relevansi dengan maksud tertentu
3.
Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4.
Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu
kecil
5.
Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam memperoleh
cara.
6.
Belajar yang bermakna diperoleh jika peserta didik melakukannya
7.
Belajar lancar jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar
8.
Belajar yang melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang
mendalam
9.
Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk
mawas diri
10.
Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan
beberapa prinsip belajar yang penting yaitu: (1). Manusia itu memiliki
keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap
dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi
pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang
dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik, (3) belajar dapat di
tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipasif
jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih
banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa
sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih
baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam
belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu
penting. (Dakir, 1993: 64)
D. Aplikasi
Teori Belajar Humanistik
Aplikasi
teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta
didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan
mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran. (Sumanto, 1998: 235)
Peserta
didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi
diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi
diri yang bersifat negatif.
Tujuan
pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun
proses yang umumnya dilalui adalah :
1.
Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2.
Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang
bersifat jelas , jujur dan positif.
3.
Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk
belajar atas inisiatif sendiri
4.
Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri
5.
Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya
sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku
yang ditunjukkan.
6.
Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta
didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk
bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7.
Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8.
Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta
didik. (Mulyati, 2005: 182)
Pembelajaran
berdasarkan teori humanistik ini tepat untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi
ini adalah peserta didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar
dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin
atau etika yang berlaku.
E. Implikasi
Teori Belajar Humanistik
Penerapan
teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Hal yang
menjadi Ilmu pengetahuan merupakan pengalaman. Pengalaman yang dimaksud
dalam hal ini adalah serangkaian proses pembelajaran yang didalamnya terdapat
nilai-nilai humanisme dan telah dilalui oleh peserta didik. Adapun peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi
fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta
didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student centre)
yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif.
Psikologi
humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah
berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas
fasilitator, yaitu:
1.
Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok, atau pengalaman kelas
2.
Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan
di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia
mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan
mereka.
5. Dia
menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di
dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik
isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana
cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang
anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu,
seperti peserta didik yang lain.
8. Dia
mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta
didik
9. Dia harus
tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang
dalam dan kuat selama belajar
10. Di dalam
berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali
dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993: 65).
Guru
yang baik menurut teori ini adalah guru yang memiliki rasa humor, adil,
menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan
wajar, ruang kelas lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan.
Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang
rendah, mudah menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar
yang menyakitkan, bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan
yang ada.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Teori
Belajar Humanistik
•
Belajar
adalah “Memanusiakan Manusia” .Dalam teori belajar humanistik, belajar
dianggap berhasil jika
pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Tujuan utama para
pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
•
Tokoh
dalam teori ini adalah Arthur Comb, Abraham Maslov dan
Carl R. Roger.
•
Prinsip-prinsip teori belajar humanistik : (1).
Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu
alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan
asimilasi pengalaman baru;(2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan
yang dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik;(3) belajar dapat di
tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar ;(4) belajar secara partisipasif
jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih
banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri; (5) belajar atas
prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan
akan lebih baik dan tahan lama, dan ;(6) kebebasan, kreatifitas, dan
kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang
lain tidak begitu penting. (Dakir, 1993: 64)
•
Aplikasi
teori belajar humanistik dalam pembelajaran : 1. Merumuskan tujuan belajar
yang jelas; 2. Mengusahakan partisipasi
aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan
positif; 3. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan
peserta didik untuk belajar atas inisiatif sendiri; 4. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis,
memaknai proses pembelajaran secara mandiri; 5.
Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya
sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku
yang ditunjukkan; 6. Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha
memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi
mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan
atau proses belajarnya.;7. Memberikan kesempatan murid
untuk maju sesuai dengan kecepatannya; 8. Evaluasi diberikan secara
individual berdasarkan perolehan prestasi peserta didik. (Mulyati, 2005: 182)
•
Implikasi
teori belajar humanistik dalam pembelajaran : Peserta didik menjadi
pelaku utama, bentuk pembelajaran
menjadi “student centre” , pengalaman selama proses belajar peserta didik akan
menjadi ilmu pengetahuan bagi peserta didik dan pendidik berlaku sebagai
fasilitator
Saran-Saran
Sebagai
seorang mahasiswa yang mengkhususkan diri dalam bidang pendidikan, berbagai teori belajar patutnya dikaji lebih
dalam agar dalam mencapai impian, dapat diraih kemudahan dan menjadikan
profesionalisme dalam menjalani profesi yang ditekuni nanti, karena teori belajar selalu berkembang sesuai
perkembangan zaman dan seorang guru terus mengikuti perkembanganteori belajar
mengingat besarnya pengaruh yang dibawanya dalam menetapkan sikap guru dalam
setiap proses belajar mengajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdillah, Hamdi dan Hardiyat , TEORI
BELAJAR HUMANISTIK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM (Analisis Ilmu Pendidikan)pdf. El-Ghazy, Vol. I, No. 1, Agustus
2012 )
Dakir, Dasar-dasar Psikologi.
Jakarta: Pustaka Pelajar.1993.
Dalyono,M. Psikologi Pendidikan.Jakarta:Rineka
Cipta.2012.
Darsono, Max. Belajar dan
Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. 2001.
Desmita. Psikologi Perkembangan
Peserta Didik Panduan bagi Orang Tuan dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak
Usia SD, SMP, dan SMA.Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.2009
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. 2006.
F., Azies dan A. Chaedar Alwasilah, Pengajaran
Bahasa Komunikatif; Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1996.
Hadis, Abdul. Psikologi Dalam
Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006.
Mulyati, Psikologi Belajar. Yogyakarta:
CV. Andi Offset. 2005.
Purwo, Bambang Kaswanti. (ed.).PELLBA
2: Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya. Jakarta: Lembaga Bahasa
Unika Atma Jaya. 1989.
Sanjaya,Wina. Strategi
Pembelajaran ;Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta:KENCANA.2014.
Soemanto, Wasty. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998.
Sukmadinata, dan Nana Syaodih.
Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Cet. IV, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007.
Uno, Hamzah B. Orientasi Baru
Dalam Psikologi Perkembangan. Jakarta: Bumi aksara, 2006
[1]
Dra.Desmita,M.Si, Psikologi Perkembangan Peserta Didik ; Panduan bagi Orang
Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD,SMP,dan SMA,(Bandung
:PT.Remaja Rosdakarya,2009),h.44
[2] Hamdi Abdillah
dan Hardiyat , TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP METODE
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Analisis
Ilmu Pendidikan)pdf. El-Ghazy, Vol. I, No.
1, Agustus 2012 )h.21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar